Jakarta, Manokwaripos.com – Kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua, kini terbelah dua. Kelompok ekstrim menolak Benny Wenda jadi Presiden Papua Barat.
Penolakan keras terhadap Benny Wenda itu datang dari kelompok yang terhimpun dalam organisasi West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL).
Keputusan menolak Benny Wenda itu telah ditandatangani oleh beberapa sosok yang mengemban tugas sebagai pemegang mandat.
Para tokoh yang mengambil keputusan tersebut, yakni Pemegang mandat WPNCL, Ben Yanteo, Pendiri WPNCL Alex Makabori, Anggota WPNCL Zet Giyai dan Panglima TPN OPM WPNCL, Terianus Sato.
Mereka mengambil keputusan tersebut setelah melakukan sejumlah pertemuan intensif.
Kini terungkap bahwa penolakan Benny Wenda didasarkan pada perbedaan sikap antara WPNCL dengan United Libertation Movement for West Papua (ULMWP).
Pertemuan para tokoh ini diketahui berlangsung di Sentani, Kabupaten Jayapura, pada Minggu 6 Februari 2022 lalu.
“Hadir dalam pertemuan itu, komandan pasukan TPN OPM WPNCL wilayah Tabi, Dance, Staf mabes TPN OPM WPNCL, Jersi, Panglima TPN OPM WPNCL, Terianus Sato, serta Anggota WPNCL Maikel Mandabayan,” katanya Ben Yanteo kepada awak media, Senin 7 Februari 2022.
Dalam pertemuan tersebut diputuskan WPNCL sebagai salah satu faksi yang mendirikan ULMWP melalui Deklarasi Saralana 2014, menolak kepemimpinan Benny Wenda dalam ULMWP.
Ini terjadi karena ULMWP merasa bahwa apa yang dilakukan Benny Wenda saat ini, tak sesuai dengan kesepakatan awal sebagai organisasi koordinatif.
“WPNCL menyadari, kepemimpinan ULMWP sudah tak lagi sesuai dengan kesepakatan awal yaitu koordinatif.”
“Oleh karena itu WPNCL menyatakan diri segera mengambil alih kepemimpinan ULMWP dari Benny Wenda,” papar Ben Yanteo.
Selain itu, Ben Yanteo juga menegaskan, sejak 2020 seharusnya kepemimpinan ULMWP dipegang oleh perwakilan WPNCL.
Namun hingga saat kepemimpinan ULMWP masih dipegang oleh Benny Wenda yang berdomisili di Oxford, Inggris.
Ben Yanteo menegaskan bila pihaknya sudah punya bentuk konstitusi pemerintahan sementara sejak tahun 2003.
Hal itu terjadi sebelum adanya ULMWP dan pemerintahan yang dideklarasikan oleh Benny Wenda beberapa waktu lalu.
Lalu dalam waktu dekat ini, WPNCL akan mengggelar rapat kerja membahas strategi politik pasca pernyataan sikap dimaksud.
Profil Benny Wenda
Nama Benny Wenda kembali jadi sorotan setelah dia diumumkan secara sepihak jadi presiden sementara Papua Barat.
Sebelumnya, pada momentum peringatan HUT OPM 1 Desember, Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda mengumumkan, sejak hari itu pihaknya menyatakan pembentukan Pemerintah Sementara West Papua (menyangkut Papua dan Papua Barat).
Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP), telah susun konstitusi baru dan menominasikan Benny Wenda sebagai presiden sementara.
Bahkan, sejumlah media asing menyoroti deklarasi sepihak oleh ULMWP tersebut.
ULMWP mengangkat Benny Wenda sebagai presiden sementara.
“Mulai hari ini, 1 Desember 2020, kami mulai menerapkan konstitusi kami sendiri dan mengklaim kembali tanah kedaulatan kami,” kata Wenda melalui siaran pers berbahasa Ingris yang dilihat Wartakotalive.com di laman resmi ULMWP, Rabu 2 Desember 2020.
Benny juga menegaskan, sejak saat dideklarasikan, pihaknya tidak akan tunduk kepada pemerintahan Indonesia.
Nama Benny Wenda tidak asing lagi didengar.
Ia disebut sebagai ‘biang kerusuhan’ yang kerap terjadi di Papua.
Kepala kantor Staf Presiden, Moeldoko pernah menyebut, Benny Wenda disebut telah memobilisasi diplomatik serta memobilisasi informasi yang salah sehingga menyulut kerusuhan itu.
“Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu. Ia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia, di Inggris,” ujar Moeldoko di kantornya, Gedung Bina Graha, Jakarta, pada Senin 2 September 2019.
Ia menilai apa yang dilakukan Benny Wenda merupakan strategi politik.
sumber : tribunnews.com