Jakarta, MANOKWARIPOS.com – Badan Musyawarah (Bamus) Papua mendorong UU Otonomi Khusus Papua bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa asli Papua.
Hal itu diungkapkan Ketua Bamus Papua, Willem Frans Ansanay dalam sarasehan dengan mahasiswa Papua se-Jabodetabek di Cibubur, Jakarta Timur, Rabu (23/2/2022).
Willem mengatakan, langkah pemerintah berinisiatif melakukan perubahan terhadap UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua tidak lain didasari pada pertimbangan untuk memacu percepatan kesejahteraan terutama untuk Orang Asli Papua (OAP).
Hal itu setelah pemerintah melakukan evaluasi selama 20 tahun implementasi Otonomi Khusus Papua ternyata belum maksimal.
Dia melanjutkan, dengan pengesahan UU Otonomi Khusus maka sepatutnya periodesasi Papua atau Irian Barat dahulu sudah usai.
“Kita harus berkembang serta maju dalam kehidupan. Bila kita masih berbicara masa lalu, maka kita akan terbelenggu dan tidak berkembang,” katanya.
Willem mendorong UU Otonomi Khusus Papua bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh mahasiswa asli Papua dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan pembangunan daerah tanah Papua.
“Mahasiswa asli Papua jangan terjebak politik pragmatis yang justru mengganggu pendidikan dan perkembangan masa depan OAP,” ujarnya.
Sementara pemerhati Papua Imron Coton mengatakan, rasa cinta pemerintah terhadap OAP sangat besar dan sudah terjalin begitu lama dari orang tua terdahulu.
Beberapa bukti rasa cinta pemerintah terhadap orang asli Papua, di antaranya dengan mengeluarkan kebijakan terkait pendidikan dan kesempatan kerja OAP.
“Pemerintah RI juga berencanamemekarkan tiga atau empat daerah otonomi khusus baru (DOB) di Papua,” kata mantan Dubes Indonesia untuk Australia dan China ini.
Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI) Rasminto berpandangan dalam membangun Papua sepatutnya mengutamakan pendekatan humanis melalui sosial budaya.
Sebab unsur adat dalam kebudayaan tidak dapat dinilai dengan pandangan yang berasal dari kebudayaan lain, melainkan dari sistem nilai yang pasti ada di dalamnya sendiri.
“Adat bersifat pribadi, artinya suatu adat masyarakat tertentu hanya bisa dipahami dengan mendekatkan diri pada nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat pemilik adat tersebut,” kata Rasminto.
Dia melanjutkan, pembangunan manusia menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan dengan pendekatan berbasis etnis dan budaya (ethno-deveopment) Papua.
“Sebab keragaman etnis dan budaya yang dimiliki oleh masing-masingdaerah di Papua, memiliki kebutuhan yang juga berbeda,” ujarnya.
Salah satu mahasiswa S2 Universitas Nasional asal Jayawijaya, Charles Kossay menegaskan, mahasiswa Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Sebagai anak bangsa Indonesia, kita selalu mendapat tantangan dari negara luar. Maka kita tidak boleh mudah terpecah belah, apalagi ada yang ingin memecah belah kita dengan Pemerintah Indonesia,” kata Charles.
Di tempat yang sama, mahasiswa Polimedia asli Teluk Bentuni, Papua Barat Malkin Kosepa menyatakan mahasiswa asli Papua hanya menginginkan kursi dan meja untuk duduk diskusi bersama terkait pembangunan SDM dan daerah di Papua.
“Kebijakan Otsus Papua yang telah ditetapkan dan dianggarkan oleh pemerintah untuk pembangunan dan kesejahteraan OAP harus benar-benar berjalan dengan baik,” kata Malkin.
Pimpinan MPM Universitas Cendrawasih 2008-2010, Mega Keliduan menambahkan bahwa hubungan masyarakat asli Papua dengan beberapa daerah di Indonesia sudah terjalin sejak lama dari jalur perdagangan.
“Apalagi hari ini, dunia seni OAP sedang hits dan maju, maka kami memerlukan ruang-ruang tersebut di antaranya sanggar seni baik di dunia musik dan film,” kata Mega.
“Apalagi hari ini, dunia seni OAP sedang hits dan maju, maka kami memerlukan ruang-ruang tersebut di antaranya sanggar seni baik di dunia musik dan film,” kata Mega.
Sumber: SINDOnews.com