manokwaripos.com – Salah satu konsekuensi menjadi seorang pejabat publik adalah sorotan media yang tak kenal henti. Setiap kegiatan dan pergerakan mampu menjadi bahan pemberitaan hingga pembicaraan publik yang terkadang berlangsung tanpa mengenal waktu. Kondisi teknologi informasi yang serba hyperlink membuat setiap orang terlibat untuk bermedia dari sebelumnya yang hanya di ranah permukaan hingga kemudian merasuk hingga ranah privat seseorang yang dianggap memiliki poin tertentu untuk menjadi pembahasan. Istilah doxing kemudian disebut, banyak menyasar orang-orang sekitar seperti keluarga dan kerabat terdekat. Doxing yang merupakan singkatan dari dokumen adalah sebuah tindakan berbasis pada sumber di internet untuk meneliti dan menyebarluaskan informasi pribadi secara publik (termasuk data pribadi) terhadap seseorang individu atau organisasi.
Di Indonesia, hal tersebut sering terjadi ketika terdapat suatu hal yang membuat publik penasaran untuk membahas hingga mengungkap. Salah satunya terkait dengan pejabat pemerintah, termasuk yang sedang menjabat di daerah. Nama Yunus Wonda selain dikenal sebagai Wakil Ketua DPR Papua dan penasehat Fraksi Demokrat Papua, juga keterlibatannya dalam penyelenggaraan PON XX Papua 2021 sebagai Ketua Harian PB PON Papua yang turut melambungkan namanya. Seluruh kegiatan dari awal perencanaan hingga pelaksanaan dan pasca penyelenggaraan menjadi kendalinya berdasarkan pada agenda jadwal program PB PON.
Namun siapa sangka, dibalik gemerlap kesuksesan penyelenggaraan event nasional tersebut terdapat sejumlah fakta yang melibatkan dirinya serta mengarah kepada hal negatif yang tidak terduga sebelumnya.
Belum Melapor Harta Kekayaan
Dikutip dari Tribun-Papua.com berdasarkan laman https://elhkpn.kpk.go.id terdapat fakta bahwa Yunus Wonda memiliki harta kekayaan senilai Rp1,8 miliar yang berasal dari kepemilikan tanah dan bangunan, belum melaporkan harta kekayaan untuk tahun 2021 pada laman LHKPN elektronik tersebut. Berangkat dari fakta tersebut kemudian terkuak sejumlah konten yang mengabarkan bahwa Yunus Wonda pernah tersangkut dalam dugaan korupsi dana Otonomi Khusus (Otsus). Disebutkan bahwa sebagian besar dana pemerintah yang seharusnya digunakan untuk memajukan Papua dikucurkan kepada Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Yunus tidak menginginkan KNPB hilang dari rusunawa Universitas Cenderawasih (Uncen). Dugaan tersebut juga diperkuat dengan pemberitaan dari jubi.co.id, yang menyebutkan bahwa berdasarkan data dari Baintelkam Polri terdapat dugaan penyelewengan dana Otsus yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp1,8 triliun. Dalam sebuah wawancara telepon, Yunus Wonda menanggapi tuduhan tersebut agar jangan menjadi pengalihan isu. Menurutnya dari kaca mata politik hal tersebut terjadi karena arus penolakan dari rakyat terhadap Otsus cukup besar. Dirinya mempersilahkan untuk dilakukan proses penyelidikan jika dugaan korupsi yang disampaikan Menkopolhukam dan Polri tersebut benar adanya.
Akui Gunakan Tiga Mobil Dinas
Sebelumnya, pada tahun 2019 dirinya juga pernah bersinggungan dengan KPK ketika disebutkan terdapat pejabat di DPR Papua yang menggunakan asset negara berupa mobil lebih dari satu. KPK juga menyoroti banyaknya asset negara yang digunakan oleh pejabat dan tak dikembalikan kembali usai masa jabatannya berakhir. KPK menyarankan kepada pejabat di daerah, agar tidak menyalahgunakan aset pemerintah dan segera mengembalikan. Dikutip dari pemberitaan Kumparan,com, secara terang-terangan Yunus Wonda mengakui bahwa dirinya menggunakan tiga mobil dinas sekaligus sejak menjabat sebaga wakil Ketua DPR Papua pada periode lalu. Yunus berjanji akan mengembalikan dan meminta pihak eksekutif juga melakukan hal yang sama. Ia menyebutkan masih banyak pihak eksekutif yang mempunyai kendaraan dinas lebih dari satu dan banyak parkir di rumahnya.
Carut Marut Penyelenggaraan PON XX Papua
Berdasarkan data dari tim riset Tirto.id, menjelang hingar bingar pelaksanaan PON XX Papua, terdapat fakta bahwa PON Papua mengorbakan alam dan masyarakat. Yakni adanya venue dayung yang masuk Kawasan hutang lindung, adanya masyarakat adat yang belum mendapat kompensasi ganti rugi di atas tanah ulayat, menghancurkan biota laut, membabat hutan bakau (hutan perempuan), serta menggusur asrama mahasiswa Universitas Cenderawasih. Selain itu, pada saat pelaksanaan juga terdapat kericuhan seperti insiden di arena tinju pada tanggal 8 Oktober 2021, serta aksi demonstrasi keluhan relawan PON XX Papua terkait honor yang belum dibayarkan pada akhir Oktober 2021.
Di sisi lain, juga terdapat laporan dari GM Pekat IB teradap Menpor dan Panitia Besar PON XX Papua ke KPK, BPK dan Komisi X DPR RI terkait adanya dugaan mark up pengalokasian anggaran dana PON XX yang dilakukan oleh Panitia Besar (PB) PON XX Papua 2021.
“Dari data yang kami lihat bahwa nilai harga harga pembelian Barang di penyelenggaraan PON XX tersebut jauh diatas Standard Satuan Harga yang berlaku,” tegas Ketua Umum GB PEKA IB, Reza.
Untuk diketahui bahwa Anggaran yang sudah dikucurkan Pemerintah dari APBD Papua untuk Penyelenggaran PON XX tahun 2020 lalu sebesar Rp2 Triliun yang dananya sudah terapkai untuk pembangunan Venue-venue di Papua. Terakhir di September 2021 digelontorkan kembali dana dari APBN sebesar Rp 1,4 Triliun dari 1,6 Triliun yang diusulkan BP PON Yunus Wonda sebagai Ketua Umumya.