manokwaripos.com – Tindakan kekerasan kembali dilakukan oleh kelompok separatis di Papua. Dua orang tukang ojek yang berada di kampung Numbuk Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya sekitar pukul 10.40 WIT (12/4/2022) menjadi korban penembakan secara brutal yang diduga dari kelompok separatis Papua. Dalam kejadian tersebut 1 orang dinayatakan meninggal dunia dan 1 orang lainnya dalam kondisi kritis. Hingga saat ini aparat masih melakukan penyelidikan terkait pihak yang bertanggungjawab dalam kejadian penembakan tersebut. Dalam beberapa waktu terakhir, aksi teror kelompok separatis banyak mengarah pada warga sipil. Penembakan terhadap tukang ojek juga telah terjadi selama beberapa kali yang mengakibatkan hilangnya nyawa.
Deretan Penyerangan Terhadap Tukang Ojek
Dalam rentang beberapa tahun terakhir, kejadian penyerangan yang dilakukan oleh kelompok separatis terhadap tukang ojek terjadi secara acak di sejumlah daerah rawan dengan kondisi korban luka parah hingga meninggal dunia. Di bulan Maret tahun 2021, kelompok separatis menembak seorang tukang ojek bernama Udin di kampung Eromaga. Korban saat itu baru mengantar penumpang kemudian ditembak mengenai dada kanan tembus punggung, serta luka tembak pada pipi kiri. Masih di tahun yang sama, di bulan Oktober seorang pengemudi ojek bernama Jusalim di tembak di bagian kepala oleh dua orang yang menyamar sebagai orang yang minta diantar. Beruntung, dirinya sempat menoleh sehingga hanya melukai bagian pipi, kejadian tersebut terjadi di Jembatan Kali Ilami Kampung Wako Puncak, Papua.
Di Tahun 2020, di bulan September dua tukang ojek di kampung Mamba, Kabupaten Intan Jaya mengalami luka tembak setelah ditembak oleh kelompok separatis yang berafiliasi kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM). Kemudian pada tahun 2019, tiga tukang ojek tewas setelah ditembak oleh kelompok bersenjata pimpinan Lekagak Telenggen di distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua. Ketiga korban ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala dan sayatan senjata tajam di sekujur tubuh. Lalu pada bulan Juni tahun 2018, anggota polisi yang sedang piket menerima laporan dari warga yang menemukan sesosok manusia dalam kondisi terkapar dan berlumuran darah yang kemudian diketahui seorang tukang ojek. Kejadian tersebut terjadi di Distrik Kalome, Puncak Jaya.
Menjelang pelaksanaan Pilkada tahun 2017, dua tukang ojek tewas setelah ditembak oleh kelompok Goliat Tabuni karena kecewa atas tuntutannya terkait kasus kecelakaan yang melibatkan keluarganya belum direalisasikan oleh pemerintah sehingga melampiaskan kepada kedua tukang ojek tersebut. Kejadian penyerangan juga pernah terjadi di tahun 2013, seorang tukang ojek ditembak oleh orang tak dikenal di sekitar kali Semen, Kampung Wandengobak, Distrik Mulia. Korban meninggal dunia di tempat dengan mengalami luka tembak di bagian atas putting susu sebelah kanan tembus ke punggung kanan.
Motif yang Tidak Bisa Dibenarkan
Sejak bertahun-tahun masyarakat di sebagian wilayah Papua merasakan ketidaknyamanan dan ketidakamanan hidup berdampingan dengan kelompok separatis yang cenderung bertindak anarkis. Mereka menjadi sumber penderitaan bagi masyarakat dengan sering bertindak kejam melakukan aksi teror hingga menyebabkan banyak orang kehilangan nyawa.
Dari awal, kehadiran Kelompok Separatis dan Teroris di Papua (KSTP) adalah bertujuan untuk merdeka dengan segala upaya untuk melepaskan diri dari NKRI. Salah satu upaya yang mereka lakukan yakni melalui kekerasan yang kemudian menimbulkan korban, tidak hanya dari aparat, namun juga telah menyasar masyarakat sipil tanpa rasa belas kasihan. Sebagian dari mereka menganggap bahwa orang-orang sipil telah menjadi mata dan telinga aparat, termasuk yang terjadi kepada sejumlah tukang ojek sehingga menurut mereka perlu untuk dilakukan penyerangan.
Penyerangan terhadap warga sipil juga bisa disebuat sebagai strategi kelompok separatis untuk menginternasionalisasi permasalahan Papua. Mereka hanya ingin agar situasi di Papua tidak aman, militer turun ke Papua lebih banyak, sehingga mata dunia, dalam hal ini PBB bisa melihat bagaimana Papua menjadi daerah perang, yang mengkorbankan ribuan bahkan ratusan ribu warga sipil. Diciptakanlah propaganda dengan menyerang warga sipil, merusak fasilitas daerah, serta membuat situasi tak aman sehingga keinginan mereka agar PBB turun tangan dan berujung pada referendum atau penentuan nasib bagi masyarakat Papua.
Pengamat Intelijen dan Terorisme, Stanislaus Riyanta sependapat bahwa aksi yang dilakukan Kelompok Separatis di Papua merupakan strategi dari mereka, yakni motif eksistensi ingin menunjukkan keberadaan mereka. Selain itu, mereka juga menunjukkan perlawanan terhadap program-program pemerintah.
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional – Pemuda Adat Papua (DPN-PAP) Jan Christian Arebo, menyatakan bahwa kelompok separatis menjadi berani dan brutal dalam melakukan aksinya karena merasa mendapat dukungan. Diketahui bahwa terdapat peran-peran oknum di Papua yang mengatasnamakan Dewan Gereja yang hingga sampai hari ini terus bersuara mendukung Papua Merdeka.
Pada akhirnya pemerintah perlu merombak pendekatan untuk meredam kelompok separatis yang hingga kini masih berupaya menunjukkan eksistensinya serta berjuang memerdekakan diri dari Indonesia. Evaluasi kebijakan pengamanan di Papua secara menyeluruh sangat mendesak. Jangan sampai terjadi lagi adanya korban dari tukang ojek, warga sipil, atau dari manapun yang menjadi korban atas motif eksisitensi dari kelompok separatis di Papua.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)