manokwaripos.com – Pertemuan antara Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dengan Presiden Joko Widodo didampingi sejumlah tokoh terjadi pada senin 25 April 2022 di Istana Kepresidenan Jakarta. Dalam pertemuan tersebut MRP dan MRPB menyampaikan sejumlah aspirasi, dintaranya berkaitan dengan Undang-undang (UU) Otonomi Khusus (Otsus) dan kebijakan Pemekaran Wilayah.
Dalam kesempatan tersebut, pihak MRP yang hadir terdiri dari Ketua MRP Timotius Murib, Wakil Ketua I MRP, Yoel L Mulait, Ketua Panitia Musyawarah MRP Benny Sweny, dan Tenaga ahli MRP Joram Wambrau. Sementara dari MRPB terdiri dari Ketua MRPB Maxsi Nelson Ahoren, serta angora MRPB yang terdiri dari Samuel Kambuya, Yulianus Thebu, Kelly Duwiri, dan Edi Klaus Kirihio.
Berdasarkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam keterangan pers didampingi oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, dan Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodawardhani. Menyatakan bahwa pihak MRP melalui Timotius menyampaikan terkait aspirasi UU No.2 Tahun 2021 tentang perubahan kedua atas UU No. 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang telah disahkan pada tanggal 19 Juli 2021. Saat ini UU tersebut masih dalam proses persidangan oleh MK RI atas dasar laporan dari MRP.
Kemudian berkaitan dengan adanya pro kontra pemekaran DOB di Papua, MRP secara hormat mengundang Presiden RI untuk dapat berkunjung ke kantor MRP untuk berdiskusi bersama. Presiden secara khusus menyampaikan kesiapannya untuk mengunjungi kantor MRP sebagai bentuk perhatian khsusus kepada masyarakat Papua. Untuk diketahui, selama kepemimpinannya, Presiden Jokowi telah mengunjungi Provinsi Papua sebanyak 14 kali. Kunjungan berikutnya diagendakan akan turut mendatangi kantor MRP.
Mahfud menambahkan, bahwa terdapat perlakuan istimewa dari Presiden Jokowi untuk Provinsi Papua. Salah satunya, Presiden Jokowi lebih sering berkunjung ke Papua dibanding Provinsi lain di Indonesia. Saat berkunjung ke Papua, Presiden Jokowi selalu menyambangi daerah terpencil di Provinsi tersebut, bukan hanya ke ibu kota Provinsi saja, tentu akan berkunjung ke kantor majelis rakyat Papua maupun Papua Barat.
Kemudian berkaitan dengan pro kontra DOB, secara prinsip pemerintah pusat menghargai proses hukum yang saat ini telah berjalan di MK RI. Terkait dengan pemekaran DOB di Papua, bahwa saat ini telah banyak daerah yang meminta pemekaran. Berdasarkan data, terdapat 354 permohonan pemekaran wilayah. Namun berdasarkan kepentingan dan prioritas, untuk sementara ini pemerintah pusat hanya mengabulkan untuk pemekaran DOB 3 Provinsi di Papua (Provinsi Papua Tengah, Provinsi Pegunungan Tengan Papua, dan Provinsi Papua Selatan). Dalam negara demokrasi, sikap pro dan kontra adalah hal wajar, karena tidak ada satupun kebijakan di negara Indonesia yang langsung disetujui oleh semua pihak. Seluruhnya memerlukan proses dan tarik ulur, termasuk terkait kebijakan DOB di Papua.
Respon Presiden Jokowi
Secara kesimpulan, dalam pertemuan tersebut Presiden Jokowi memberikan pengertian kepada MRP bahwa kebijakan Pemekaran DOB di Papua merupakan kesempatan baik yang secara khusus diberikan oleh Pemerintah Pusat walaupun menimbulkan pro dan kontra, karena dari 354 permohonan pemekaran DOB di beberapa wilayah di Indonesia hanya diputuskan pemekaran dilakukan untuk 3 provinsi di Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah, Provinsi Pegunungan Tengah Papua, dan Provinsi Papua Selatan. Hal ini mengacu pada data Lembaga Kepresidenan bahwa mayoritas 82% masyarakat di Papua telah mendukung pemekaran DOB di Papua.
Sejalan dengan hal tersebut, sebelumnya anggota Komisi I DPR RI, Yan Mandenas, juga menyatakan bahwa pembentukan tiga daerah otonomi baru (DOB) di Papua akan berjalan sesuai target pemerintah pusat dan DPR RI meski menuai pro dan kontra. Pro dan kontra akhir-akhir ini terkait pembentukan DOB merupakan hal yang biasa terjadi. Namun, kebijakan pemerintah tetap berjalan. DPR saat ini menunggu Presiden mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) dan selanjutnya akan melakukan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU tentang pemekaran wilayah. Langkah selanjutnya, ketiga provinsi ini akan diikutsertakan dalam pembahasan APBN 2023.
Mewaspadai Manuver Penolakan dari MRP dan MRPB
Hal yang perlu dicermati dari adanya pertemuan, terlebih adanya kedatangan perwakilan MRP dan MRPB hingga ke Ibukota. Ditengarai, salah satunya berkaitan dengan upaya atau manuver yang mereka lakukan untuk mendapatkan dukungan dalam hal penolakan kebijakan DOB di Papua oleh pemerintah pusat. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, kegiatan mereka ke ibukota selain bertemu dengan Presiden Jokowi juga menemui sejumlah tokoh politik untuk melancarkan maksud dan misi yang dibawanya dari bumi cenderawasih. Mereka menyampaikan usulan penundaan DOB di Papua dengan alasan belum adanya putusan final dari MK RI terkait uji materiil UU No. 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua.
Perlu diketahui bahwa proses lobby yang dilakukan MRP dan MRPB terkait Otsus dan DOB bukan hanya terjadi saat ini. Di bulan Juni tahun lalu, Ketua MRP Timotius Murib pernah berkunjung ke Kemenkopolhukam dengan dua agenda yaitu kewenangan MRP yang diintervensi oleh Pemerintah Pusat melalui UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua pada UU Nomor 21 Tahun 2001 (khususnya pasal 76); dan permintaan dialog Jakarta-Papua untuk meredakan tensi politik yang semakin memanas akibat keberlanjutan Otsus Papua. Selanjutnya MRP juga pernah bermanuver ke Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haytar untuk memperoleh dukungan politik terkait uji materiil UU Otsus Papua.
Berkaca dari sejumlah hal tersebut, agaknya pemerintah pusat harus rela untuk mengkaji kembali hingga memberikan pengertian secara mendasar berkaitan dengan tujuan hingga manfaat mengapa dari sekian banyak daerah yang mengajukan pemekaran hanya 3 wilayah di Papua yang diprioritaskan. Termasuk dalam hal ini adalah penjelasan rigit mengenai data survey yang menyebutkan 82% masyarakat Papua mendukung DOB.
Kejelasan fakta dan data diharapkan akan turut mengubah persepsi hingga arah tujuan dari sebagian masyarakat Papua termasuk diindikasi dari MRP dan MRPB untuk dapat berbalik mendukung kebijakan pemekaran DOB sesuai harapan bersama. Pro kontra adalah hal biasa, namun jika dari awal sudah terjadi kesepakatan karena seluruh pihak sudah memahami dan menyetujui, maka dapat dipastikan jalan panjang percepatan pembangunan di Papua akan segera terwujud.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)