manokwaripos.com – Sejumlah kejadian penyerangan yang melibatkan kelompok separatis di sejumlah wilayah di Papua menjadi catatan tersendiri bagi sejumlah pihak. Kejadian tersebut tak hanya dimaknai sebagai wujud eksistensi ataupun penunggangan sejumlah isu lokal. Berdasarkan data dari media, terdapat informasi sepanjang tahun 2022, Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua telah melakukan serangan pada tiga matra TNI di wilayah Papua. Masifnya gangguan penyerangan yang dilakukan dalam ragam motif dan eskalasi meninggi merujuk pada satu simpul dasar yakni adanya regenerasi dalam kelompok separatis.
Hal tersebut sempat diyakini oleh Kepala Badan Nasional Penanggulanan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar bahwa keberadaan kelompok separatis Papua yang sering berbuat onar di sejumlah daerah di Papua dalam beberapa waktu terakhir sedang mengalami proses regenerasi dari generasi tua ke generasi yang lebih muda. Sebagian di antara mereka, terutama sejumlah orang yang diidentifikasi sebagai pemimpin kelompok, merupakan generasi ketiga atau anak-anak dari dedengkot kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebelumya. Mereka sedang pada taraf memiliki semangat tinggi untuk melakukan kekerasan, meneruskan tradisi yang dilakukan para pendahulunya. Mereka memiliki tingkat militansi yang tinggi, menguasai alam lingkungan setempat, survive dengan kondisi alam di ketinggian, cuaca dingin, serta pegunungan. Bisa dikatakan, personel kelompok separatis generasi sekarang dalam konteks kemandirian, unggul diantara masyarakat. Oleh karena itu, aparat keamanan, pasukan gabungan dalam Satgas Damai Cartenz maupun petugas lainnya, diharapkan agar memiliki kesiapsiagaan tinggi dalam merespon kelompok tersebut.
Berdasarkan jumlah dan posisi, keberadaan kelompok separatis bisa dibilang tidak banyak namun berada di tempat yang terpisah-pisah. Sedikitnya di empat kabupaten, yakni Puncak, Puncak Jaya, Nduga, dan Lanny Jaya. Masing-masing kelompok di wilayah-wilayah itu memiliki pemimpin sendiri, di antaranya yang reputasinya cukup populer Egianus Kogoya, Lekagak Telenggen, Militer Murib, dan yang paling senior Goliat Tabuni. Mobilitas mereka yang cukup tinggi, memungkinkan juga untuk berkontak dengan orang luar Papua, termasuk untuk menyelundupkan senjata api. Wilayah yang bersinggungan dengan mereka ialah daerah perbatasan dengan negara Papua Nugini. Aparat keamanan telah mengantisipasi potensi penyelundupan senjata api di daerah perbatasan tersebut.
Alasan mereka melakukan teror bahkan tanpa pandang bulu, tidak hanya kepada aparat namun melainkan juga kepada warga sipil. Hal tersebut dilatarbelakangi pemahaman motif dan ideologi politik yang kuat, yakni tidak mengakui NKRI dan menginginkan merdeka. Atas dasar tersebut, segala sesuatunya jika dinilai menguntunkan mereka, maka mereka akan lakukan itu, termasuk melakukan aksi-aksi kekerasan. Adanya regenerasi juga menjadi kewaspadaan baru terkait motif dari aksi yang mereka lakukan.
Hal yang sama juga pernah diprediksi oleh Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara pada tahun 2018 bahwa terdapat kemungkinan adanya regenerasi dari kelompok separatis dan teroris di Papua. Aparat diharapkan agar memiliki treatment yang berbeda dari strategi pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya.
Perubahan Pendekatan untuk Mencegah Korban Berjatuhan
Masifnya pergerakan kelompok separatis dipengaruhi oleh berbagai faktor dimana salah satunya adalah kemungkinan adanya regenerasi. Hal tersebut juga mendapat sorotan, bahwa kondisi pergerakan kelompok separatis dipandang secara lebih luas sebagai sebuah hal yang saling berkaitan. Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menyatakan bahwa kehadiran kelompok separatis bukan tanpa alasan. Mereka hadir sebagai dampak dari persoalan di Papua yang belum terselesaikan secara komprehensif.
Secara lebih detail, terdapat krisis kepercayaan dari masing-masing pihak. Di satu sisi, kelompok separatis cenderung pesimis terhadap agenda yang ditawarkan pemerintah, serta curiga terhadap apa yang dikerjakan untuk masyarakat Papua. Di sisi lain, pemerintah juga belum menemukan secara tepat pendekatan yang dilakukan dalam penyelesaian persoalan Papua. Pada akhirnya, dialog sulit tercapai karena belum adanya kepercayaan yang terbangun dengan baik.
Meski saat ini aparat telah mengubah pendekatan dari senjata menjadi dialog, namun belum terlaksana maksimal karena dimotori latar belakang militer. Seharusnya aparat TNI dan Polri diposisikan untuk antisipasi kemungkinan terburuk, sementara perangkat pemerintah yang lain harus menjalankan dengan baik kebijakan merangkul dalam berbagai bentuk program. Oleh karena itu perubahan pendekatan juga harus disertai dengan pergantian leading sector.
Mewaspadai Regenerasi, Menyiapkan Langkah Strategis
Disinyalir terus melakukan aksi sebagai wujud regenerasi personil kelompok separatis Papua. Secara lebih luas menjadi perhatian sekaligus kewaspadaan aparat dalam upaya menghadapi kelompok tersebut.
Mengutip dari pernyataan Pengamat Pertahanan dan Keamanan Dr Jannus TH Siahaan, bahwa pemerintah harus bisa bersikap lebih tegas. Karena kelompok separatis secara fakta tak hanya menuntut merdeka namun juga melakukan aksi kekerasan, sehingga diperlukan ketegasan dalam setiap langkah. Karena jika tidak tegas, maka prospek positif jusru ada di pihak kelompok separatis karena berpeluang di meja perundingan internasional. Pemerintah harus memilih langkah yang tepat, tapi juga strategis untuk masa depan. MPR sebagai perwakilan rakyat nasional, telah tegas meminta pemerintah untuk menindak tegas kelompok separatis di Papua. Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah perlu melakukan sosialisasi masif secara nasional untuk mendapat dukungan penuh dari publik Indonesia bahwa KST Papua memang pemberontak yang ingin mendirikan negara merdeka dan merusak persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan adanya dukungan masif secara nasional, pemerintah bisa mengumumkan pernyataan perang terhadap KST Papua, dengan target-target yang terukur agar seminimal mungkin peluang terjadinya pelanggaran HAM terhadap warga sipil. Artinya, targetnya haruslah KST Papua secara organisasional berikut underbownya. Pernyataan perang ini diharapkan akan membuat KST Papua berada pada posisi musuh militer dan politik Indonesia, yang jika tak melakukan penyerahan diri, maka harus bersiap menerima risiko, baik politik, ekonomi, keuangan, dan militer.
Sementara di ranah internasional, pemerintah harus melakukan containment strategy terhadap KST Papua. Ruang-ruang mereka untuk melakukan diplomasi secara setara dengan Indonesia harus ditutup, dengan dukungan dari negara-negara mitra Indonesia di PBB. Indonesia harus meyakinkan publik internasional di PBB bahwa urusan Papua adalah urusan internal Indonesia, bukan urusan publik Internasional. Artinya, semua tindakan yang diambil Indonesia tidak lagi bergantung kepada lembaga internasional seperti PBB, tapi murni ada di tangan pemerintah pusat.
Langkah tersebut kemudian harus diikuti dengan kebijakan ekonomi di Papua. Pemerintah harus membangun Papua lebih serius. Selain infrastruktur, kemiskinan di Papua masih tinggi, berikut dengan angka pengangguran, juga sama dengan tingkat ketimpangannya. Di saat yang sama, masyarakat Papua terus menyaksikan kekayaan alamnya dikeruk habis-habisan, hutan-hutannya ditebang, lahan mereka dipreteli, dan uangnya entah kemana.
Dengan kondisi tersebut, perlu evaluasi kebijakan ekonomi dan fiskal untuk Papua, agar keberadaan negara Indonesia bisa mereka rasakan manfaatnya. Bagi hasil pajak wajib diteruskan, namun dana otsus perlu disempurnakan penyalurannya, agar tidak hanya dinikmati oleh segelintir elit lokal. Aktifitas-aktifitas ekonomi bisnis harus melibatkan masyarakat setempat, jika SDM nya belum memadai, maka wajid diupayakan agar segera memadai.
Terakhir, diperlukan juga dukungan terhadap langkah pemerintah dalam percepatan pembangunan melalui Otsus serta pemekaran wilayah melalui DOB. Kebijakan Otsus dan pembentukan DOB merupakan langkah mensejahterakan Orang Asli Papua (OAP), melalui upaya memacu sektor pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat, pembangunan infrastruktur, serta pelayanan masyarakat. Dengan demikian, Otsus dan DOB layak didukung penuh, dan diharap masyarakat mengabaikan segala macam bentuk provokasi dari oknum-oknum perusuh yang menyuarakan penolakan.
Dengan demikian, diharapkan kelompok separatis di Papua akan semakin terhimpit serta tidak sampai melakukan regenerasi seperti yang telah diwaspadai oleh sejumlah pihak sebelumnya,
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)