manokwaripos.com – Acungan jempol atas kinerja aparat keamanan yang bertindak tegas merespon kegiatan aksi demonstrasi penolakan kebijakan Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Otsus tanpa izin serta pemberitahuan sesuai aturan yang berlaku. Dalam waktu singkat, pihak aparat keamanan mampu membubarkan massa yang sebelumnya telah diperingatkan untuk tidak datang namun masih saja berkumpul. Secara keseluruhan, aksi demonstrasi berjalan lancar dan dapat dikendalikan oleh aparat tanpa dampak negatif yang menyertai.
Apresiasi yang besar juga pantas diberikan kepada pihak kepolisiaan atas respon cepat dalam mengusut aktor dalam kegiatan aksi di sejumlah titik di Jayapura pada 10 Mei 2022 kemarin. Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) sekaligus sebagai penanggung jawab aksi demonstrasi Jefry Wenda (JW) ditangkap oleh tim gabungan bersama dengan 6 orang lainnya di kawasan Padangbulan Jayapura.
Penangkapan tersebut secara tegas dinyatakan oleh Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Ahmad Musthofa bahwa pihaknya telah mengawal aksi hingga kondisi aman dan kondusif. Berangsur-angsur, massa aksi kembali pulang, namun di tengah aksi pihaknya menangkap penanggung jawab sekaligus juru bicara PRP yang justru tidak turun berada di tengah aksi. Penangkapan dilakukan di sekretariat Kantor KontraS Papua di Perumnas IV Kelurahan Hedam wilayah Kota Jayapura bersama dengan 5 anggota KNPB dan 1 anggota AMP.
Terancam UU ITE atas Dugaan Hasutan Aksi
Penangkapan terhadap Jefry Wenda didasarkan pada dugaan pelanggaran UU ITE terkait adanya selebaran atau seruan yang beredar di masyarakat dimana dirinya mengaku sebagai juru bicara PRP sekakigus penanggug jawab aksi. JW terancam pidana hingga enam tahun penjara atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Jefri Wenda dalam selebaran dan media sosial berupaya menghasut dan mengajak masyarakat untuk ikut berdemo. Namun, saat demo berlangsung Jefri justru tidak terlihat di beberapa titik yang menjadi tempat berkumpulnya pendemo.
Hingga saat ini penyidik masih mendalami sesuai ketentuan yang diatur dalam pasal 45A ayat 2 UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 Tahun 2019 terkait Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Tidak diizinkannya aksi demonstrasi karena surat permohonan tidak menjelaskan secara rinci sesuai ketentuan yang berlaku termasuk tidak adanya penanggung jawab. Dasar tersebut yang menjadikan aparat keamanan membubarkan aksi di beberapa titik melalui tembakan gas air mata dan semprotan water canon.
Keberadaan Aktivis KNPB dan AMP Saat Penangkapan Jefry Wenda
Terkonfirmasi berdasarkan pernyataan pihak kepolisian, bahwa mulanya polisi hanya menarget Jefry Wenda untuk ditangkap, namun saat didatangi pihaknya menemukan 5 anggota KNPB dan 1 anggota Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang berada dalam satu rumah dengan juru bicara PRP tersebut. Keenam orang tersebut yakni: Ones Suhuniap (Juru Bicara KNPB), Omikson Balingga, Iman Kogoya, Marten Manggaprow, (aktivis KNPB), Abi Douw (anggota AMP) dan seorang perempuan bernama Neli Itlay. Untuk diketahui bahwa KNPB merupakan salah satu organisasi yang hingga kini terus berjuang untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Termasuk juga AMP yang condong ke arah dukungan kemerdekaan Papua. Penangkapan terhadap 6 orang tersebut berkaitan dengan permintaan keterangan sebagai saksi terhadap Jefry Wenda. Demi memudahkan proses penyelidikan, pihak kepolisian juga telah memberikan ruang pendampingan hukum bagi ketujuh orang yang ditangkap tersebut.
Mempertanyakan Motif Aksi Penolakan DOB
Sejak adanya rencana aksi pada 10 Mei 2022 kemarin, Jefry Wenda adalah sosok yang paling aktif dan sering muncul memberikan pernyataan. Ia bahkan sempat mengklaim bahwa aksi dilakukan serentak di berbagai titik dan wilayah. Namun pada saat pelaksanaan, ia justru tidak terlihat bersama dengan massa aksi. Hal yang sama juga pernah terjadi saat aksi unjuk rasa penolakan DOB dan Otsus yang digelar 8 April 2022 lalu. Jefry Wenda dianggap sebagai dalang dari seruan dan ajakan yang bersifat provokatif terkait demonstrasi penolakan DOB dan Otsus Jilid II.
Penangkapan terhadap Jefry Wenda menambah daftar panjang fakta deretan keterkaitan pihak penyelenggara aksi dengan kelompok tertentu. Lagi-lagi, KNPB seperti tak pernah absen, ditambah dengan kehadiran AMP yang mewakili kalangan mahasiswa. Keduanya secara terang-terangan berseberangan dengan pemerintah serta memiliki agenda perjuangan kemerdekaan Papua. Dalam kasus seperti di lingkup wilayah Papua, kepentingan pihak-pihak tertentu terbukti telah menyusup bahkan menunggangi niat aksi. Dalam kesempatan tertentu bahkan bisa dikatakan by design kelompok tertentu untuk kepentingan golongannya.
Adanya gembar-gembor penolakan DOB dan Otsus, jika dikaji secara ilmu politik terkandung maksud dari satu atau beberapa pihak yang berusaha merawat eksistensi isu tersebut untuk mewujudkan keinginannya. Jika beberapa pihak termasuk dari akademisi menilai terdapat keterlibatan elit lokal Papua dalam aksi tersebut. Maka kita semua perlu mendorong aparat agar terus mengusut dalam ranah penegakan hukum. Jangan sampai ada korban kembali berjatuhan hanya untuk menyenangkan syahwat politik kekuasaan dengan mengatasnamakan masyarakat.
Tindakan Anarkis Massa Aksi Penolakan DOB Papua
Satu hal yang tak boleh dilupakan dari kegiatan aksi penolakan DOB Papua kemarin, bahwa jargon aksi damai yang diserukan sebelumnya tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Massa justru bertindak anarkis dengan melempari batu kepada aparat keamanan ketika akan dibubarkan. Dari tindakan tersebut mengakibatkan Kasat Polair Polresta Jayapura Kota, AKP Francis JP. Wardjukur mengalami luka patah tulang punggung pada tangan kanannya dan terpaksa harus dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Kota Jayapura untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.
Untuk diketahui sekaligus sebagai penegasan bahwa aksi demonstrasi penolakan Otsus dan DOB oleh PRP sama sekali tidak mewakili masyarakat Papua. Aksi jalanan tersebut justru banyak mendapat kecaman dari masyarakat Papua. Berdasarkan situasi di lapangan bahwa suasana transaksi jual beli di pasar lama Sentani, sejak pagi hingga siang hari berjalan normal-normal seperti biasanya. Seruan aksi demo yang disebarkan tidak menyurutkan para pedagang membawa hasil kebunnya ke pasar untuk dijual.
Maka rugi bandar untuk para penyokong aksi yang tak membuahkan esensi.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)