manokwaripos.com – Sepintar-pintarnya bangkai ditutupi, baunya tetap tercium juga. Peribahasa tersebut yang mungkin saat ini pantas disematkan kepada Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP), Timotius Murib berkaitan dengan sepak terjang dan silang sengkarut kepemimpinannya terhadap lembaga representatif masyarakat Papua.
Publik wajib mengetahui bahwa saat ini kondisi lembaga kebanggaan masyarakat Papua tersebut sedang tidak baik-baik saja. Di tangan kepemimpinan Timotius Murib beserta orang-orang di belakangnya, MRP bak kapal dengan nahkoda tak berpengalaman yang membuat isinya berantakan serta nyaris karam oleh ganasnya ombak yang ia ciptakan sendiri. Internal MRP saat ini diketahui telah pecah menjadi beberapa bagian akibat visi dan misi yang diemban tak lagi sejalan dengan pernyataan di awal perjalanan serta kenyataan yang terjadi.
Di tangan Timotius, MRP Tak Representasikan Masyarakat Papua
Sudah sejak awal utamanya saat merespon kebijakan pemerintah pusat seperti Otonomi khusus (Otsus) hingga dinamika respon kebijakan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB). MRP yang sejak berdiri ditujukan sebagai lembaga representatif masyarakat Papua, justru terindikasi turut bermain dalam mempengaruhi opini publik. MRP ditengarai bergerak di satu sisi mengutamakan dan membesarkan pihak-pihak yang menolak DOB. Klaim tersebut langsung dinyatakan oleh Timotius Murib selaku ketua tanpa melalui pleno atau data sumber yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Padahal hingga kini secara presentase ataupun kuantitas, terdapat banyak pihak pendukung DOB yang berasal dari lintas bidang hingga lintas wilayah.
Adanya perpecahan di tubuh MRP juga pernah disebut oleh Ketua Pemuda Adat Wilayah Saireri II Nabire, Ali Kabiay. Bahwa kepemimpinan Timotius Murib, Yoel Mulait, dan Benny Sweny sudah runtuh dan berakhir akibat tidak mampu lagi membendung aspirasi dukungan pemekaran DOB dan Otsus yang mengalir dari dalam tubuh MRP sendiri. Menurutnya, seharusnya Ketua MRP harus legowo dan menerima kekalahan sebelum terlambat.
Oknum-oknum di dalam tubuh MRP yang menolak DOB dan Otsus adalah kelompok separatis yang sudah tak jelas arahnya. Oknum tersebut sudah tak tahu lagi harus berbuat apa, sedangkan mereka sudah tak mampu menjalankan tupoksinya sebagai lembaga representatif orang asli papua (OAP). Mereka sudah tak mampu menjalankan tiga fungsi MRP yaitu adat, agama dan perempuan karena sudah terkontaminasi dengan politik praktis, bahkan uang operasional MRP terindikasi digunakan untuk membayar organisasi-organisasi sayap separatis di papua.
Pemotongan Gaji Anggota MRP Tanpa Sebab
Adanya isu yang berseliweran berkaitan dengan pemotongan anggaran dan gaji anggota MRP bukanlah hisapan jempol belaka. Sebuah sumber yang tak mau menyebut namanya menyatakan bahwa Timotius Murib telah banyak melakukan penyimpangan anggaran MRP, hal tersebut terlihat dari banyaknya kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan diluar rencana anggaran MRP itu sendiri, bahkan kegiatan-kegiatan tersebut cenderung digunakan untuk menolak kebijakan-kebijakan Pemerintah Pusat.
Tersiar kabar bahwa Timotius Murib menyuruh bendahara gaji untuk memotong gaji anggota MRP sebesar 10 juta rupiah tanpa sebab. Hal tersebut semakin menguatkan bahwa MRP dibawah kepemimpinan Timotius Murib menjadi lembaga yang tidak sehat. Secara internal pecah, lalu secara eksternal juga tidak mampu menyerap aspirasi masyarakat Papua. Sungguh sebuah kondisi yang harus segera ditangani. MRP dengan segala kekurangan dan mungkin kelebihannya disarankan untuk segera melakukan evaluasi kinerja sekaligus evaluasi organisasi secara menyeluruh. Perbaikan atas krisis organisasi yang dialami MRP diharapkan dapat berimbas positif bagi kondisi dan dinamika masyarakat Papua. Utamanya dalam menyambut kebijakan pemerintah pusat.
MRP dapat berjalan dengan baik apabila dipimpin oleh orang yang tepat. Jika pemimpin MRP berjalan dengan tepat maka semua anggota MRP mengikuti perintah pimpinan, namun kenyataannya tidak demikian, pimpinan berjalan salah, sehingga para anggota MRP tentu akan mencari keadilan. Untungnya, masih terdapat beberapa anggota MRP yang berpikir positif dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya dengan benar, untuk itu di periode berikutnya masyarakat Papua yang ingin menjadi anggota MRP harus di screening secara menyeluruh oleh pemerintah, sehingga nantinya para anggota MRP dapat menjalankan roda kelembagaan secara benar serta selalu setia kepada pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
Aspirasi Perwakilan MRP dan MRPB Telah Disampaikan Kepada Presiden Jokowi
Untuk diketahui bahwa sebelumnya pada 20 Mei 2022 lalu, di Istana Kepresidenan RI Bogor, sejumlah perwakilan MRP dan MRPB telah menyampaikan aspirasi masyarakat Papua kepada Presiden RI, dengan 6 pokok bahasan yang disampaikan, yakni: Mendukung dan memberikan apresiasi kepada Pemerintah dalam menata Papua melalui UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otsus bagi Provinsi Papua dan regulasi turunannya. Mendukung penuh kebijakan politik negara untuk pemekaran tiga Provinsi Papua, serta persiapan Provinsi Kepulauan Papua Utara dalam rangka redistribusi pembangunan yang adil, merata, dan inklusif dalam bingkai NKRI, Mendukung dan memberikan apresiasi kepada Bapak Presiden RI yang membuka ruang komunikasi dan pendekatan humanis dalam rangka rekonsiliasi sosial politik yang inklusif guna menyelesaikan akar persoalan di Papua dalam rangka memperteguh ikatan kemanusiaan NKRI.
Kemudian dalam konteks keberlanjutan pembangunan Papua yang harmonis antara Pusat dengan Daerah, termasuk di Provinsi-Provinsi baru di Papua, mendukung penuh kebijakan Presiden untuk kepemimpinan lokal di era transisi (penjabat Gubernur) yang mengutamakan dan mengawal agenda-agenda strategis percepatan pembangunan sebagai legacy dan landmark pembangunan Papua. Serta, Mendukung percepatan pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat guna melindungi dan melestarikan hak-hak Masyarakat Adat di Tanah Papua.
Selanjutnya, menyoroti perihal kedatangan oknum MRP dan MRPB yang dipimpin oleh Timotius Murib (Ketua MRP) pada 25 April 2022 di Istana Negara, Jakarta Pusat untuk bertemu dengan Bapak Presiden RI. Sudah menjadi rahasia umum bahwa hal tersebut secara aturan dan teknis tidak melalui mekanisme rapat pleno seluruh anggota MRP dan MRPB. Oknum tersebut sengaja datang ke Ibu kota dalam misi panjang mencari dukungan penolakan kebijakan DOB dengan menemui beberapa tokoh dari beragam unsur.
Bagi para oknum tersebut, kebijakan DOB tidak menguntungkan secara kekuasaan. Mereka tak lagi memperhatikan kondisi masyarakat yang seharusnya menjadi tugas utamanya di MRP.
Oh, Tuhan…
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)