manokwaripos.com – Di tengah dinamika masyarakat Papua yang sedang bersiap menyambut realisasi kebijakan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), terdapat satu hal yang sejenak menyita perhatian publik untuk berhenti turut menyimak. Sebuah pernyataan muncul dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dalam sebuah pidatonya menyinggung masyarakat Papua dan tukang bakso. Dalam Rakernas II PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta Selasa 21 Juni 2022 lalu, pernyataaan mantan Presiden Indonesia tersebut dianggap oleh sebagian pihak sebagai tindakan rasis lantaran mengatakan kopi susu yang merujuk pada warna kulit hitam orang Papua. Meski disampaikan dengan nada bercanda, ucapan tersebut tetap menuai kecaman. Dalam konteks pernyataannya, Megawati kemudian menghubungkan pernyataan kopi susu dengan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo yang berasal dari Papua dan berkulit hitam. Kedua orang tersebut diketahui memiliki hubungan baik yang sangat dekat. Alasan kedekatan ini pula lah yang menjadikan sosok Megawati berani menyebut Wempi dengan ungkapan kopi susu, merujuk pada warna kulitnya.
Tak selesai disitu, Pernyataan tentang kopi susu juga dibarengi dengan pernyataan lain, yakni tentang tukang bakso. Dalam harapannya, Megawati berujar bahwa tidak ingin anak-anaknya mendapatkan jodoh seperti tukang bakso. Meskipun masih dalam koridor bercanda, pernyataan Megawati tersebut pada akhirnya juga menuai kecaman karena dianggap merendahkan pihak tukang bakso.
Memaknai Cara Bercanda Megawati
Jika ditelusuri dari sejumlah informasi di media, terdapat jejak pernyataan sang putri proklamator Indonesia tersebut yang menjadi sorotan sejumlah pihak. Model cara berbicara yang cenderung ceplas-ceplos serta tak runtut seringkali dianggap menyindir, bersifat multi intepretasi, hingga disebut sebagai bentuk provokasi. Dalam waktu yang berdekatan, setidaknya terdapat dua momentum pernyataan Megawati sebelum kopi susu dan menantu tukang bakso menjadi sorotan publik.
Pada saat peresmian 13 kantor DPD PDI P dan Satu Patung Bung Karno di Yogyakarta, Rabu 28 Oktober 2020, ia menyatakan bahwa anak muda Indonesia jangan dimanja. Dirinya menanyakan sumbangsih generasi milenial untuk bangsa dan negara hari ini. Kemudian dalam sebuah Webinar tentang pencegahan Stunting 18 Maret 2022 lalu, Megawati merespon isu kenaikan minyak goreng dengan sikap pernyataannya dengan ungkapan mengelus dada, bukan karena tidak ada atau mahalnya. Namun apakah tiap hari yang dilakukan ibu-ibu hanya menggoreng saja. Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi yang dari netizen hingga memunculkan alternatif resep memasak tanpa minyak goreng.
Kembali kepada isu hitam putih Papua dan menantu tukang bakso yang kemudian ramai digoreng pemberitaan media hingga seperti menjadi isu nasional. Tak pernah ada yang berharap dan terjadi lagi adanya dampak dari sebuah isu yang menyulut kerusuhan di Papua seperti pada tahun 2019 lalu akibat satu perkataan yang kemudian disebut sebagai tindakan rasisme. Gelombang informasi yang begitu cepat diserap berdampak negatif salah satunya pada ketidakseimbangan pola penerimaan penyaringan informasi dan literasi serta sikap kritis yang harusnya dimiliki oleh setiap individu. Terkadang, faktor emosional dan rasa kebersamaan menjadi ujung tombak dari apa yang terjadi kemudian.
Melalui sebuah pernyataan dari seorang tokoh pendidikan bernama Nadirsyah Hosen atau akrab dipanggil Gus Nadir memberikan perspektif merespon adanya isu pernyataan Megawati berkaitan dengan guyonan Papua dan tukang bakso yang dianggap rasis melalui sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, hal tersebut seperti salah paham karena pada dasarnya berada pada suasana cair dan akrab dalam sebuah acara pembukaan Rakernas PDI Perjuangan. Pada intinya, jika ditelaah secara netral, Megawati sedang bercerita soal guyon tentang anak-anaknya jika mencari jodoh. Kemudian diceritakan bahwa kondisi saat ini telah terjadi banyak asimiliasi pernikahan antar suku termasuk di Papua. Hal tersebut harusnya menjadi kabar baik sesuai Bhinneka Tunggal Ika.
Kelompok Separatis Papua Tak Tersinggung Pernyataan Megawati
Respon guyonan dari Megawati yang kemudian dibakukan menjadi pernyataan oleh beberapa pihak telah sampai kepada kelompok separatis di Papua. Sedikit banyak, keberadaan kelompok ini mempengaruhi kondisi keamanan dan ketenteraman bumi cenderawasih. Beberapa kejadian dan kasus yang terjadi di Papua tak luput dari peran dan keterlibatan kelompok pengusung kemerdekaan tersebut.
Melalui juru bicaranya, Sebby Sambom mengatakan bahwa pernyataan Megawati disebut tidak bermasuk rasis, dan justru dianggap menunjukkan rasa nasionalismenya. Istilah kopi susu yang digunakan Megawati bertujuan untuk pencampuran budaya agar menjadi satu Indonesia, misalnya presiden Jawa dan wakilnya dari Sulawesi, sehingga tidak melulu pemimpin harus dari suku Jawa. Pihak OPM tidak mau ikut campur dengan urusan politik dalam negeri Indonesia sebab tujuan mereka hanya memperjuangkan kemerdekaan rakyat Papua. Namun pihaknya juga menyarankan kepada Megawati yang sudah mulai masuk usia senja untuk hati-hati dalam berbicara. Pesan tersebut dimaksudkan karena ciri khas dirinya dengan beberapa kalimat yang terucap cenderung mengundang ketertarikan seseorang yang mendengar untuk mengkonfirmasi ulang maksud dari pernyataan tersebut. Termasuk berkaitan dengan Kopi Susu dan Tukang Bakso.
Masyarakat Papua Menyambut Realisasi Kebijakan DOB
Ucapan Megawati berkaitan dengan Kopi Susu Papua, Tukang Bakso dan Rekayasa Genetika sejauh ini masih menjadi pembahasan yang berada pada level media sosial dan media online. Perkembangan situasi di sejumlah wilayah Jayapura Papua sejauh ini berada pada kondisi kondusif. Sudah seharusnya kepada seluruh pihak untuk secara bersama dapat menjaga situasi Papua agar tak terulang lagi adanya dampak dari isu yang berawal dari pernyataan di media.
Di sisi lain, rombongan komisi II DPR baru saja berkunjung ke sejumlah wilayah di Papua untuk menjaring sekaligus menampung aspirasi masyarakat. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, menyatakan bahwa pimpinan MRP, DPR Papua (DPRP), dan Sekretaris Daerah (Sekda) yang mewakili Gubernur Papua Lukas Enembe mendukung pemekaran Papua. Menurutnya, dalam pemekaran Papua, Orang Asli Papua memang harus diberdayakan karena mereka merupakan sumber daya manusia yang mengerti serta memahami segala sumber daya alam (SDA) yang dimiliki daerahnya.
Dengan demikian, Orang Asli Papua perlu diberdayakan untuk mengelola seluruh sumber daya alam yang ada secara baik. Termasuk juga dalam hal mengelola serta menyikap derasnya informasi sehingga tidak mudah untuk diprovokasi yang bakal merugikan banyak pihak.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)