Papua, manokwaripos.com – Pemerintah memastikan upaya pemekaran wilayah Papua menjadi sejumlah daerah otonomi baru (DOB) bertujuan untuk mendorong tercapainya lompatan kemajuan dan kesejahteraan di Bumi Cenderawasih. Deputi V Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani menjelaskan upaya mendorong pencapaian kesejahteraan di Papua lewat DOB itu merupakan amanat perubahan Undang-undang Otsus melalui UU Nomor 2 tahun 2021.
“(Perubahan UU Otsus) Merupakan bentuk politik anggaran nasional yang berkomitmen mengafirmasi percepatan pembangunan kesejahteraan di tanah Papua,” ujar Dani, sapaan akrabnya dalam diskusi di Forum Merdeka yang disiarkan aku Youtube FMB9, Senin (27/6).
Dari segi kuantitatif, jelas Dani, terdapat peningkatan penerimaan khusus dana otsus dari yang sebelumnya sejumlah 2 persen menjadi 2,25 persen dari dana alokasi umum nasional. Belum lagi, termasuk peningkatan dana transfer infrastruktur dan dana bagi hasil lainnya. “Dari segi kualitatif pun penggunaan dana otsus ditentukan secara spesifik persentase minimal penggunaannya dalam aspek-aspek strategis yang mendorong pembangunan kesejahteraan,” jelasnya.
UU itu nantinya mengedepankanpeningkatan kesejahteraan orang asli Papua, penguatan lembaga adat, belanja pendidikan, hingga belanja kesehatan. “Hal demikian menjamin bahwa sektor-sektor krusial dalam pembangunan kesejahteraan terjamin alokasinya dan tidak dapat dikompromikan,” ujar Dani.
Dani juga menekankan prinsip akuntabilitas penggunaan dana otsus. Penggunaan dana diatur untuk dipergunakan dengan mengedepankan prinsip pengelolaan keuangan berlapis. Pengelolaan tersebut, kata Dani, bersifat koordinatif oleh Kementerian/Lembaga, nonkementerian, pemerintah daerah, DPRD, BPK, hingga perguruan tinggi.
“”Mencegah adanya penyalahgunaan anggaran karena diterapkannya pengawasan yang berlapis dan melibatkan banyak pemangku kepentingan,” ujar Dani.
Pada intinya, kata Dani, pengembangan Papua melalui pemekaran wilayah erat berkaitan dengan doktrin pembangunan Presiden Jokowi: Pembangunan Indonesiasentris. “Doktrin ini dikenal sebagai membangun dari pinggiran di mana daerah-daerah yang jauh dari ibu kota negara dan kondisinya tertinggal dalam pembangunan itu diberikan perhatian secara khusus oleh presiden,” tegasnya.
Dalam diskusi yang sama, Pengamat Politik Lokal Papua Frans Maniagasi menilai secara historis bahwa pengembangan wilayah Papua bukanlah hal baru. Hal itu telah dilakukan oleh pemerintah terdahulu.
Dia pun menggarisbawahi, agar pemekaran wilayah di Papua jangan sampai berimplikasi pada terpinggirkannya putra-putri asil Papua. “Tantangan kita ke depan bahwa bagaimana melalui percepatan pembangunan menuju kesejahteraan jangan sampai menyisihkan penduduk setempat,” kata Frans menegaskan.
Sementara itu, Ketua Lembaga Masyarakat (LMA) Papua, Lenis Kogoya mengakui bahwa isu pemekaran Papua memang menuai pro dan kontra. Namun demikian, hal itu bisa ditangani dengan pendekatan maupun sosialiasi secara masif oleh pemerintah.
“Jadi kami hanya memberikan rasa kedamaian kepada masyarakat supaya setiap program pemerintah itu tentu kita kawal,” tegas dia,
Lembaga adat, dalam Undang-undang otsus, kata dia, kewajibannya untuk mengawal program pemerintah pusat maupun daerah sesuai dengan lembaga adat kami. “Apapun itu suka tidak suka keputusan pemerintah pun kami tetap kawal,” ujar dia.
Sumber: cnnindonesia.com