manokwaripos.com – Belum reda dari pemberitaan serta respon sejumlah pihak terkait penyerangan oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua di bawah pimpinan Egianus Kogoya dengan korban tewas 10 orang warga sipil. Telah bermunculan kembali sejumlah narasi persuasif di media partisan berkaitan dengan isu dan tuduhan pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap masyarakat Papua. Sebuah logika terbalik yang dilakukan secara brutal oleh kelompok tersebut melalui jalur propaganda media.
Saat ini, evaluasi pendekatan keamanan hingga tindakan tegas tengah diupayakan aparat terhadap keberadaan KST Papua untuk mengantisipasi siklus kekerasan kembali terjadi dan menambah korban jiwa. Namun di sisi lain, pemetaan terhadap kekuatan kelompok tersebut perlu dilakukan. Selain melalui jalur peperangan angkat senjata, mereka juga bermain narasi melalui media sosial dan media online untuk mempengaruhi publik. Hingga saat ini, isu pelanggaran dan penegakan HAM masih digunakan kelompok tersebut untuk mempengaruhi dunia internasional demi terbukanya peluang lepas dari Indonesia. Padahal selama ini, merekalah justru yang melakukan pelanggaran HAM secara kejam.
Manuver Kelompok Separatis Papua Angkat Isu HAM untuk Lepas dari Indonesia Namun Justru Langgar HAM Bunuh Warga Sipil
Menko Polhukam, Mahfud MD saat merespon kejadian penyerangan di Nduga menyatakan bahwa Kelompok Separatis Papua atau banyak dikenal media sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terus menerus mengerek isu HAM untuk kemerdekaan, namun justru membunuh warga sipil Papua dengan keji. Oleh sebab itu, mereka telah menyiarkan hoaks ke publik internasional dalam konteks persoalan HAM. Isu yang mereka usung tak sejalan lurus dengan tindakan dan aksi teror yang mereka lakukan di tanah Papua. Tak hanya menyasar aparat keamanan, mereka juga kerap membunuh warga sipil secara kejam dengan berbagai kedok dan alasan yang tak masuk akal.
Satu hal yang menjadi kewaspadaan bersama ialah bias opini yang sering mereka kembangkan, utamanya terhadap dunia internasional. Indonesia sering dikaitkan lakukan pelanggaran HAM melalui aparatnya di Papua, namun sebenarnya yang terjadi sebaliknya.
Pernyataan geram juga disampaikan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, bahwa Kelompok Separatis Papua telah melakukan penyerangan terhadap warga sipil dengan kedok memperjuangkan masyarakat Papua. Padahal, mereka hanya bertujuan meraup keuntungan pribadi.
Dari Maret 2010 hingga Maret 2022, Kelompok Separatis Papua telah melakukan kekerasan sebanyak 226 kali, yang di antaranya terjadi tindak pembunuhan serta pembakaran fasilitas publik, gedung pemerintahan, sekolah dan rumah warga. Pada April hingga Juli 2022, KST Papua atau KKB telah melakukan kejahatan sebanyak 18 kali dan menewaskan 22 orang.
Kelompok Separatis adalah Musuh Masyarakat Papua
Berangkat dari hal tersebut perlu menjadi penegasan kembali kepada segenap masyarakat Papua secara khusus, masyarakat di wilayah Indonesia manapun maupun di dunia internasional bahwa Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua atau KKB adalah musuh masyarakat. Pemerintah melalui berbagai upaya dan pendekatan bertindak tegas terhadap kelompok yang mengarah pada disintegrasi tersebut.
Pemerintah menerapkan pendekatan kesejahteraan untuk membangun Papua. Pemerintah juga tidak melakukan operasi militer di Papua, melainkan melakukan penindakan tegas untuk menjamin keamanan masyarakat dan menegakkan hukum sesuai perundang-undangan. Saat ini, berdasar pantauan secara umum kondisi keamanan di Papua kondusif. Kekerasan yang dilakukan KST Papua hanya terjadi di sedikit lokasi, dan tidak merepresentasikan keadaan Papua.
Sementara itu, juru bicara Jaringan Damai Papua (JDP), Yan Warinussy, juga merespon perihal aksi KST Papua bahwa pihaknya prihatin sekaligus mengecam aksi brutal kelompok tersebut terhadap warga sipil. Mengorbankan warga sipil dengan alasan apapun tidak bisa diterima di dunia ini. Sebab, warga sipil tidak bersenjata dan tidak melakukan perlawanan. Terkait tuduhan KST Papua bahwa para korban adalah aparat keamanan yang menyamar atau sebagai intelijen, telah diklarifikasi oleh Komandan Korem (Danrem) 172/Praja Wira Yathi, Brigjen TNO Jo Sembiring. Mereka adalah 13 warga sipil yang sehari-hari bekerja sesuai dengan profesinya masing-masing. Para korban adalah pelaku ekonomi yang mencari sesuap nasi demi memenuhi kebutuhan keluarganya.
Senjata Makan Tuan Bernama Isu HAM
Rentetan tuduhan terhadap pemerintah Indonesia terkait pelanggaran HAM yang terus diamplifikasi oleh kelompok politik dan kelompok klandestin aktivis pergerakan kemerdekaan Papua pada akhirnya runtuh dengan sendirinya akibat berbagai aksi penyerangan KST Papua terhadap aparat maupun warga setempat. Upaya dari kelompok tersebut yang didukung oleh ULMWP melalui Benny Wenda dengan jaringannya di luar negeri mendatangkan simpatik dari dewan keamanan PBB untuk mendarat ke Papua dipastikan menemui titik buntu serta menelan pil malu.
Melalui keterangan dari Direktur Hak Asasi Manusia Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib menjadi ketegasan bahwa pemerintah tidak menutup-nutupi perihal isu pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan Papua Barat. Pemerintah telah melayangkan surat ke Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PPB melalui Special Procedures Mandate Holders (SPMH). Surat tersebut terkait klarifikasi dan penjelasan sejumlah pelanggaran HAM yang mungkin terjadi di Papua dan Papua Barat, dimana terdapat lima isu yang menjadi fokus Dewan HAM PBB, yaitu penghilangan paksa, penggunaan kekerasan berlebihan, eksekusi ekstra yudisial, penyiksaan, dan pemindahan paksa.
Menanti Evaluasi Pendekatan Penanganan Kelompok Separatis Papua
Adanya sejumlah peristiwa dan kejadian kontak senjata serta penyerangan yang melibatkan aparat, kelompok separatis, hingga masyarakat sipil dalam beberapa waktu terakhir. Dibutuhkan tindakan konkrit dalam hal evaluasi berkaitan dengan pendekatan keamanan di wilayah Papua. Dalam berbagai lanskip bidang kajian kebijakan dalam negeri, sejumlah pihak juga telah memberikan masukan kepada pemerintah terkait perubahan pola strategi dalam penanganan KST Papua.
Mantan ketua gugus Papua UGM, Alm Bambang Purwoko pernah menyatakan bahwa pendekatan sosial budaya diperlukan untuk menangani KST Papua yang masih menunjukkan eksistensi di sejumlah wilayah. Pendekatan tersebut diperlukan khususnya terhadap kelompok yang memiliki dendam masa lalu terkait dampak dari tindakan operasi TNI-Polri.
Persoalan KST Papua perlu diurai secara sinergis antara TNI-Polri dengan pemerintah daerah. Bentuk-bentuk operasi militer seperti yang sekarang terjadi di wilayah rentan konflik, tidak perlu diperluas hingga wilayah kabupaten lain. Ada baiknya jika pimpinan TNI-Polri dapat berkomunikasi dan bekerja sama secara sinergis dengan kepala daerah dalam upaya penyelesaian.
Tindakan kriminal oleh KST Papua memiliki berbagai ragam motif. Selain balas dendam, tindakan tersebut juga terdorong oleh alasan finansial untuk mendapatkan tebusan atau upaya untuk memperkuat jaringan kelompok mereka dengan membunuh serta merampas senjata dari aparat TNI-Polri. Dari kejadian dan fenomena-fenomena sebelumnya, tak bisa ditampik terdapat kemungkinan bahwa kelompok separatis tersebut juga dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan politik, misalnya akibat kegagalan dalam kontestasi politik di tingkat lokal ataupun kepentingan ekonomi politik dalam pemanfaatan kekayaan sumber daya alam di bumi cenderawasih.
Merujuk pada satu fokus bidang, pembangunan pendidikan menjadi salah satu aspek yang sangat penting untuk disentuh dalam upaya mencegah kemunculan dan perkembangan kelompok separatis bersenjata. Dalam hal ini, perlu dilakukan pendekatan terhadap anak-anak muda yang bersimpati dan bergabung dalam kelompok bersenjata untuk dapat kembali mengenyam bangku sekolah. Menjadi sebuah hal dasar yang harus digarisbawahi bahwa pendidikan yang berkualitas menjadi penting dan tidak boleh diabaikan oleh pemerintah daerah.
Pada akhirnya pemerintah perlu merombak pendekatan untuk meredam kelompok separatis yang hingga kini masih berupaya menunjukkan eksistensi, siklus penyerangan, serta perjuangan memerdekakan diri dari Indonesia. Evaluasi kebijakan pengamanan di Papua secara menyeluruh sangat mendesak. Penting dilakukan asesmen ulang dan penilaian terhadap para prajurit yang kini bertugas di bumi Cenderawasih, termasuk juga di ranah pimpinannya.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)