manokwaripos.com – Salah satu ciri yang menyatakan bahwa sebuah pergerakan memiliki tujuan murni untuk membangun masyarakat atau hanya ditunggangi oleh kepentingan tertentu berada pada simpulan akhir yang biasanya termuat pada poin terakhir tuntutan sebuah aksi, dalam hal ini adalah aktivitas yang dilakukan oleh kelompok atau organisasi Petisi Rakyat Papua (PRP). Selain eksistensinya dalam penolakan Otsus dan pemekaran DOB, yang ternyata ‘konsisten’ terdapat selipan tuntutan yang ‘wajib’ disertakan dalam setiap aksi, yakni misi panjang pelepasan diri dari Indonesia dengang poin tuntutan referendum. Seakan sudah terpolakan, setiap isu dan momentum yang terjadi, entah berwujud kebijakan atau peringatan selalu terselip keinginan untuk lepas dari Indonesia.
Lama tak terdengar lagi aktivitas PRP setelah sebelumnya beberapa kali menggelar aksi penolakan pemekaran DOB hingga berujung penangkapan juru bicaranya, Jefry Wenda, kini geliat kegiatan mereka muncul lagi. Sebuah ajakan gerakan pengibaran bendera morning star muncul dari akun media sosial Petisi Rakyat Papua. Gerakan yang direncanakan dilaksanakan setiap hari rabu tersebut dimaksudkan dengan tujuan sebagai dukungan dan doa bagi pembebasan bangsa West Papua.
Sebuah gerakan yang bakal memancing kegaduhan publik, terutama terhadap aparat keamanan dalam upaya menjaga simbol negara. Indonesia hanya punya satu bendera, yakni merah putih. Adanya gerakan tersebut lebih bersifat kepada kepentingan sepihak oleh kelompok pro kemerdekaan Papua. Jangan sampai masyarakat terkecoh oleh manuver yang terus ditampilkan, terlebih dengan embel-embel perjuangan pembebasan bangsa West Papua. Seakan-akan Papua sedang berada dalam jeratan hukuman. Padahal seperti yang kita tahu, pemerintah telah dan sedang memberlakukan serangkaian kebijakan demi percepatan kemajuan dan pembanguan di tanah Papua.
Sejarah Eksistensi Bendera Morning Star di Papua
Eksistensi bendera morning star atau sering juga disebut bintang kejora tak terlepas dari sosok Nicolaas Jouwe. Pria yang lahir di Hollandia (saat ini Jayapura) pada 24 November 1924 pernah menjadi pemimpin Papua yang anti-Indonesia. Dirinya kala itu sempat ikut dalam aktivitas Gerakan Persatuan Nieuw Guinea, yang dibentuk Belanda untuk menentang pengaruh Indonesia.
Bendera bintang kejora dibikinnya dengan corak 13 garis biru dan putih horizontal. Angka tersebut melambangkan jumlah rencana kawasan yang akan dikembangkan. Adapun gambar bintang adalah simbol cita-cita. Nicolaas lewat buku karya Danilyn Rutheford menyatakan bahwa bintang bermakna pengharapan, salah satu elemen dalam kebajikan Kristiani, yakni iman, kasih, dan pengharapan.
Setelah bintang kejora karya Nicolaas terpilih menjadi bendera Papua Barat, pada 1 Desember 1961, bendera tersebut dikibarkan di samping bendera belanda untuk pertama kalinya. Kelak, tanggal tersebut diperingati sebagai berdirinya Negara Papua Barat, yang diakui otoritas Belanda.
Beberapa saat kemudian, Nicolaas meninggalkan tanah kelahirannya setelah Papua diserahkan ke Indonesia pasca Perjanjian New York pada 1962. Belanda menyerahkan Papua ke lembaga PBB bernama UNTEA pada Oktober 1962 dan enam bulan kemudian dikembalikan ke Indonesia. Namun pada 2009, Nicolaas kembali ke Indonesia setelah menerima surat dari presiden ke-7 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Nicolaas menyatakan menyesal atas gerakan mendukung kemerdekaan Papua. Akhirnya, Nicolaas memilih mendukung NKRI dan bertekad memajukan Papua. Dirinya diberi penghargaan oleh Presiden SBY berupa Bintang Jasa Nararya.
Dasar Pelarangan Pengibaran Bendera Morning Star
Berulang kali pemerintah menegaskan bahwa bendera bintang kejora dilarang dikibarkan karena termauk dalam pelanggaran Undang-undang (UU). Jika merujuk pada UU 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua, ditegaskan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI. Maka bendera Papua adalah bendera merah putih. Hal tersebut terdapat dalam Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: Provinsi Papua sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menggunakan Sang Merah Putih sebagai Bendera Negara dan Indonesia Raya sebagai Lagu Kebangsaan. Sementara itu pada ayat 2 dijelaskan, Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan. Ketentuan tentang lambang daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Perdasus dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Perlu dicatat, panji kebesaran yang dimaksud adalah yang sifatnya kultural daerah saja.
Sebelumnya, pada zaman Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pengibaran bendera bintang kejora sempat diperbolehkan. Sebab, kala itu Gus Dur menilai bendera bendera bintang kejora sebagai bendera kultural. Syaratnya, bendera bintang kejora tidak boleh dikibarkan lebih tinggi ketimbang bendera NKRI. Kendati demikian, aturan tersebut kemudian dicabut pada masa pemerintahan Presiden SBY melalui PP No 77 Tahun 2007 Tentang Lambang Negara. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 6 Ayat 4, berbunyi: desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/ perkumpulan/ lembaga/ gerakan separatis dalam NKRI. Terkait desain logo dan bendera organisasi terlarang ini secara eksplisit dipaparkan dalam penjelasan Pasal 6 Ayat 4. Bendera bintang kejora dan logo burung mambruk bukan lambang daerah, melainkan lambang gerakan separatis di Provinsi Papua.
Sebagai contoh kasus, tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Filep Karma saat berunjuk rasa di Jayapura bersama ratusan mahasiswa Papua pada tahun 2004. Dia kemudian ditangkap karena mengibarkan bendera bintang kejora yang merupakan bendera gerakan papua merdeka. Ia dipidana dengan Pasal 104 KUHP tentang makar. Makar yang disebut dimaksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Masyarakat Agar Abaikan Gerakan Makar Pengibaran Bendera Morning Star
Atas dasar sejumlah kondisi tersebut, adanya ajakan untuk kembali mengibarkan bendera morning star jelas menantang peraturan undang-undang dengan ancaman hukuman yang serius. Sekali lagi, embel-embel Doa pembebasan West Papua adalah sebuah pernyataan tidak langsung dari pihak kelompok separatis yang menganggap Papua bukan wilayah Indonesia.
Jangan sampai kita terpengaruh oleh berbagai aktivitas kelompok tersebut. Mari bangun Papua secara lebih bermartabat dan rukun serta damai.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)