manokwaripos.com – Sebuah respon negatif kembali muncul dari kelompok yang konsisten menolak kebijakan Otsus dan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB), yakni Petisi Rakyat Papua (PRP). Dalam pernyataannya yang tersebar di media sosial beberapa hari terakhir, terekam sebuah pernyataan secara spontan oleh seseorang yang mengaku dari PRP wilayah Sorong Raya menyikapi pertemuan Panja Komisi II DPR dan tim pemekaran Papua Barat Daya terkait pembahasan RUU tentang pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Terbagi dalam beberapa poin, mereka menuntut pencabutan RUU pemekaran provinsi Papua Barat Daya dan menolak kebijakan DOB di wilayah Papua manapun. Di akhir tuntutan, mereka meminta agar dapat menentukan nasib sendiri dimana hal tersebut dianggap sebagai solusi di negara demokratis. Sebuah muara tujuan yang selalu sama dalam setiap aksi, yakni keinginan untuk menentukan nasib sendiri atau referendum.
Selain dari PRP wilayah Sorong Raya, kritik terhadap kebijakan pemekaran Papua juga muncul dari praktisi hukum spesialisasi hukum lingkungan dan sumber daya alam, Zenwen Pador. Menurutnya kebijakan pemekaran Papua disebut abaikan aspirasi masyarakat adat. Namun begitu, menurutnya belum terlambat bagi pemerintah untuk kembali mengkomunikasikan, mengajak duduk bersama kembali dengan MRP dan pihak-pihak terkait untuk menyamakan kembali persepsi tentang urgensi pemekaran Provisnsi Papua.
Seluruh Pihak Mendukung Percepatan Pemekaran Provinsi Papua Barat Daya
Meski tidak mewakili masyarakat Papua secara keseluruhan, namun adanya pernyataan penolakan dari MRP Sorong tetap menjadi perhatian pemerintah dalam merespon dinamika proses menuju pengesahan RUU pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
Momentum Rapat Dengar Pendapat bersaa (RDP) Komisi II DPR RI, Pemerintah Papua Barat dan Ketua Tim telah menyepakati pecepatan pemekaran Provinsi Papua Barat Daya. Ketua Komisi II DPR RI, H. Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyatakan bahwa beberapa waktu lalu secara legal rancangan peraturan undang-undang telah berjalan. Dirinya melihat antusias lewat penjabaran oleh Penjabat Gubernur Papua Barat, Komjen Pol. (Purn) Drs. Paulus Waterpauw,M.Si dan Ketua Tim Percepatan Pemekaran Papua Barat Daya, Drs. E.C Lambertus Jitmau, MM. Adapun tanggapan spontan para hadirin yang memenuhi ruangan menyatakan dukungan adanya pembentukan daerah otonom baru Provinsi Papua Barat Daya. Aspirasi percepatan daerah otonomi baru sudah sangat bulat dan mendapatkan dukungan dari semua elemen, baik pemerintah daerah maupun masyarakat. Oleh sebab itu, pemekaran DOB Provinsi Papua Barat Daya tinggal menghitung hari. Kehadiran daerah otonom baru di Provinsi Papua Barat Daya merupakan bagian tak terpisahkan dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di Tanah Papua. Artinya, setelah lahir provinsi baru di Papua Barat dapat mempercepat proses pembangunan di Tanah Papua.
Sementara itu, Staf Khusus Presiden RI, Billy Mambrasar, menyatakan bahwa Pemerintah terus berfokus untuk mewujudkan pembangunan di wilayah Papua, baik melalui kebijakan Undang-Undang (UU), Otsus, DOB, dan pemangkasan regulasi atau birokrasi. Kebijakan DOB merupakan salah satu kebijakan yang memiliki urgensi cukup tinggi untuk mempercepat pembangunan dan memangkas disparitas pembangunan antar daerah. Kebijakan DOB memiliki tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik, pemberdayaan dan keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan di Papua.
Tuduhan Bahwa RUU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya Ilegal Adalah Provokasi
Seperti yang kita ketahui bahwa segala upaya masih terus dilakukan oleh kelompok PRP untuk mempengaruhi publik, salah satunya dengan isu bahwa RUU pembentukan Papua Barat Daya illegal. Isu yang mengarah pada tuduhan tersebut sebenarnya jika dikaji secara menyeluruh tak dapat dibenarkan. Masih jelas, jejak PRP yang selama ini dilakukan melalui serangkaian aksi penolakan selalu berujung pada selipan tuntutan adanya kemerdekaan untuk wilayah Papua. Entah hal tersebut murni sebagai sebuah perjuangan atau pesanan dari pihak tertentu. Hal yang sudah jelas kita tahu bahwa PRP memiliki afiliasi dengan front politik dari kelompok separatis Papua, KNPB.
Respon spontan menyikapi momentum RDP terkait RUU pembentukan Provinsi Papua Barat Daya dengan tuduhan illegal, selain bermotif mendompleng eksistensi juga untuk mendukung kepentingan pihak tertenu. Dalam hal ini terhadap kelompok separatis Papua yang keberadaannya menjadi semakin sempit dan terbatas akibat kebijakan pemekaran wilayah.
Drama PRP Ingkari Fakta Sambutan Masyarakat Terhadap Kebijakan DOB
PRP yang keberadaannya tak hanya ingkar dalam penggunaan nama organisasi yang sama sekali tak mencerminkan masyarakat Papua. Setelah berkali-kali mengorganisir penolakan DOB melalui aksi unjuk rasa yang disusupi tuntutan referendum dan keterlibatan KNPB. Kelompok PRP nyatanya juga ingkar terhadap fakta dari kebijakan pemekaran provinsi yang beberapa waktu lalu telah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Munculnya tuduhan bahwa kebijakan DOB tak dengarkan aspirasi masyarakat Papua bertentangan dengan keinginan tokoh-tokoh masyarakat Papua yang sejak lama menginginkan agar wilayahnya dimekarkan. Perihal masyarakat adat tentu telah menjadi perhatian pemerintah sebelum akhirnya mengesahkan UU pemekaran DOB. Salah satunya melalui pembuatan aturan, baik peraturan daerah maupun peraturan daerah khusus tentang proteksi hutan adat, masyarakat dan sumber penghidupannya. Pemerintah juga tengah mengupayakan adanya program pemberdayaan masyarakat yang berbasis kepada budaya masyarakat adat setempat dan mengevaluasi setiap program secara berkala.
Forum Dewan Adat Tabi mendukung penuh kebijakan pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua. Bupati Jayapura Mathius Awoitauw yang juga Ketua Asosiasi Forum Bersama Kepala Daerah se-Tanah Tabi mengatakan bahwa langkah pertama yang harus dipahami oleh semua pihak adalah pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) yang telah disahkan oleh pemerintah pusat. Apabila terdapat masyarakat adat di Papua yang menolak Otsus, maka tidak tahu adat istiadat. Kebijakan pemekaran oleh pemerintah pusat dan DPR RI harus didukung penuh oleh seluruh masyarakat adat. Sebab, hanya dengan cara itu setiap daerah dapat menjalankan seluruh roda pemerintahannya dengan caranya sendiri, dengan kultur dan budayanya sendiri. Bahkan, dapat menjangkau semua tempat yang terisolir. Menjadi hal terpenting adalah agar kePapuaan kita jangan sampai hilang atau terkikis karena adanya DOB.
Senada dengan hal tersebut, Ketua Dewan Adat Suku (DAS) Kabupaten Sarmi, Lukas Worone mengatakan bahwa kebijakan DOB atau pemekaran wilayah merupakan hal penting, agar semua daerah dapat menentukan pilihan hidup dan pemerintahannya dapat memperhatikan masyarakat lokal dengan baik. Sudah lama hal tersebut dinantikan, sehingga mari kita dukung kebijakan pemerintah pusat untuk realisasi pemekaran DOB di tiga provinsi baru Papua
Pemberian kesempatan kepada masyarakat Papua juga dikuatkan oleh pernyataan anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), Toni Wanggai. Bahwa kebijakan DOB memberi ruang kepada orang asli Papua (OAP) untuk menempati posisi di birokrasi termasuk menduduki jabatan struktural di Pemda setempat. Penyerapan orang asli Papua ke dalam struktural pemerintah daerah merupakan salah satu landasan pembangunan berbasis wilayah adat untuk mempercepat pembangunan wilayah pemekaran. Masyarakat bisa turut menjaga kelestarian budaya dengan membuat program kebijakan pembangunan berbasis wilayah adat sesuai potensi budaya dan alam yang dimiliki masing-masing wilayah. Pembangunan berbasis wilayah adat memberikan ruang keadilan yang lebih tepat sasaran.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)