manokwaripos.com – Terjadinya kasus pembunuhan disertai mutilasi terhadap 4 warga sipil asal Nduga yang melibatkan 6 orang oknum prajurit TNI AD, masih terus menjadi sorotan di tengah upaya pemerintah menciptakan suasana kondusif di tanah Papua. Sejumlah pihak di beragam bidang terus mengkaji akar permasalahan tersebut untuk dapat segera mengungkap titik terangnya. Tak ketinggalan, kelompok Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Petisi Rakyat Papua (PRP) yang sejak beberapa waktu terakhir konsisten berada di lajur oposisi juga memanfaatkan kasus pembunuhan tersebut untuk melancarkan aksinya menuntut pemerintah agar bertanggung jawab. Kondisi ini disebut menguntungkan bagi mereka karena mampu menumpangi isu negatif yang melibatkan aparat Indonesia. Namun apapun itu, negara tidak boleh kalah dengan provokasi dari pihak oposisi yang ingin menjatuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia.
Munculnya Laporan Kronologi Pembunuhan di Mimika oleh AMP
Sebuah uraian panjang berjudul “Negara Segera Bertanggung Jawab atas Pembunuhan dan Mutilasi Secara Tidak Manusiawi” terunggah di akun media sosial milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang kemudian diunggah ulang oleh juru bicara PRP, Jefry Wenda dalam agenda memperjuangkan keadilan terkait kasus tersebut. Dalam unggahannya, AMP menuliskan kronologi kejadian pembunuhan dalam beberapa slide halaman. Disebutkan bahwa pihak keluarga korban tidak terima bahwa salah satu korban disebut sebagai simpatisan TPNPB Kelompok Egianus Kogoya sebagaimana diberitakan di media. Hal tersebut dikuatkan oleh pernyataan Bupati Nduga bahwa keempat korban merupakan warga sipil di Nduga. Kasus pembunuhan yang melibatkan militer Indonesia dan warga sipil imigran adalah kejahatan negara terhadap kemanusiaan. Kasus tersebut merupakan peristiwa yang sangat merendahkan martabat manusia orang asli Papua, kasus tersebut harus diselesaikan dengan tuntas. Simpulan akhir dari unggahan tersebut mendesak agar Presiden Jokowi bertanggung jawab untuk menghukum para pelaku. Jika tidak dilaksanakan, maka orang Papua yang akan membalas dengan cara sama. Unggahan tersebut juga memuat tuduhan bahwa kunjungan Presiden Jokowi serta Panglima TNI ke Papua bukan terkait pembunuhan mutliasi namun bicara kepentingan pribadi dan G20.
Keterlibatan Militer dan Celah Oposisi Bersentimen Negatif Kepada Pemerintah
Adanya korban warga sipil orang asli Papua (OAP) serta dugaan motif ekonomi menjadi satu hal yang perlu diusut lebih jauh dan mendalam. Pasalnya, nama besar institusi TNI menjadi taruhan di tengah perubahan paradigma pendekatan yang sedang digalakkan oleh Panglima TNI, Andika Perkasa. Sejak awal dilantik beliau berulang kali menyuarakan bahwa kehadiran TNI di Papua bertujuan untuk mengajak masyarakat Papua mencintai NKRI. TNI juga mengutamakan tugas sebagai pelindung dan penyelamat warga dari ancaman. Namun paradigma tersebut menjadi runtuh oleh ulah oknum. Dari tindakan tersebut juga dapat berdampak besar bahkan meruntuhkan kepercayaan yang sedang dibangun TNI, termasuk pemerintah. Anggota DPD Dapil Papua, Yorrys Raweyai menekankan nama baik institusi negara harus terjaga di tengah situasi sosial, politik dan keamanan yang sedang dinamis. Apalagi dalam waktu dekat, Indonesia sedang menyiapkan diri sebagai tuan rumah pertemuan KTT G-20 yang menghadirkan negara-negara ekonomi besar dunia.
Di sisi lain, adanya kejadian tersebut yang melibatkan militer Indonesia seperti menjadi celah dan momentum bagi para kelompok oposisi yang selama ini berseberangan dengan pemerintah memanfaatkan momentum dan isu sensitif yang menarik untuk diangkat ke publik. Kasus pembunuhan di Timika dianggap mampu menjadi ‘wadah’ sekaligus momentum bagi AMP dan PRP untuk kembali bereksistensi melancarkan kritikan hingga ancaman terhadap pemerintah.
Untuk diketahui bahwa kedua organisasi tersebut merupakan pihak penggerak aksi penolakan kebijakan Otsus dan DOB Papua dalam beberapa bulan terakhir. Perlu diingat pula bahwa setiap misi dalam aksi mereka selalu termuat tuntutan referendum, apapun isu yang sedang diangkat. AMP dan PRP telah terpetakan memiliki kaitan atau afiliasi dengan KNPB sebagai salah satu front kelompok separatis Papua. Maka publik harus jeli dengan segala tuntutan hingga sumpah serapah yang ditujukan terhadap pemerintah dengan menunggangi isu kasus pembunuhan di Timika. Karena kemungkinan bisa terjadi mereka hanya memanfaatkan isu tersebut untuk tujuan dan misi akhir upaya pelepasan diri dari Indonesia.
Menanti Kesungguhan Pengusutan Kasus
Hingga kini, merespon kasus tersebut pihak TNI melalui Panglima Jenderal Andika Perkasa menegaskan akan memproses kasus dan memastikan mengawal proses hukum terhadap para pelaku. Sanksi hukum terhadap pelaku harus mencerminkan rasa keadilan bagi para korban dan keuluarganya. Karena itu pihaknya memastikan akan benar-benar mengawal perjalanan penanganan kasus hingga tuntas.
Untuk diketahui, Pihak TNI AD bergerak cepat mengusut kasus pembunuhan yang melibatkan 6 orang oknum. Mereka yang menjadi pelaku pembunuhan telah diamankan oleh Subdenpom XVII/C Mimika. Pangdam XVII/Cenderawasih, Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menyatakan bahwa enam prajurit yang menjadi tersangka terancam pidana penjara seumur hidup dengan jeratan pasal 340 KUHP dan Pasal 36 KUHP. Sesuai arahan dari Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, ia mengatakan kasus tersebut akan ditangani secara transparan dan akuntabel baik dari sisi penegakkan hukum maupun kecepatan. Dalam pengusutan kasus, Pihak TNI AD juga siap menggandeng lembaga lain yang fokus menangani permasalahan HAM. Selain enam orang anggota TNI, dalam kasus ini Polres Mimika telah menetapkan tiga warga sipil sebagai tersangka.
Saat berkunjung ke Jayapura dan Timika, Presiden Jokowi juga memberi atensi khusus terhadap kasus pembunuhan di Mimika dengan memerintahkan Panglima TNI untuk membantu Polisi mengungkap kasus dalam proses hukum yang sedang dilaksanakan. Presiden tak ingin kepercayaan masyarakat terhadap TNI pudar.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Papua Kombes Kamal Ahmad mengatakan bahwa modus para pelaku melakukan aksinya yakni berpura-pura menjual senjata api. Korban pun hendak membeli senjata api dari para pelaku. Lalu para pelaku menyiapkan benda menyerupai senjata api untuk meyakinkan korban.
Waspada Informasi Provokatif
Munculnya sejumlah informasi yang mengarah pada rencana tindakan balas dendam terkait kasus tersebut dipastikan sebagai kabar bohong (hoaks). Kepada masyarakat apabila mendapatkan informasi yang belum tentu ada kebenarannya agar segera mungkin melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian baik di Polsek atau Polres Mimika untuk dipastikan kebenarannya.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)