manokwaripos.com – Pelibatan ideologi atau agama sebagai upaya meraih simpati dan dukungan terhadap suatu tokoh sepertinya masih dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk meraih tujuannya. Seperti kita tahu, track record politisasi agama di Indonesia terbukti menimbulkan friksi atau kubu yang semakin memperlebar kutub serta jurang antar kelompok. Kasus pemilihan gubernur di Jakarta yang kemudian merembet pada momentum Pemilu 2019 menjadi salah satu dampak buruk penggunaan politisasi agama yang seharusnya sudah tidak lagi terjadi dan terulang.
Namun disisi lain, sebuah kenyataan yang mungkin masih terjadi khususnya di wilayah Jayapura Papua. Penetapan sang gubernur Lukas Enembe sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan gratifikasi hingga kini masih terus berproses dalam penyidikan KPK. Terdapat indikasi penggunaan politik identitas untuk meraih simpati dan dukungan sebagai modus atau media untuk meraih suatu tujuan. Seperti yang kita ketahui, sejumlah manuver telah dilakukan pihak Lukas Enembe dan hingga kini sepertinya masih terus dijalankan demi memperlambat proses penyidikan. Setelah sebelumnya melibatkan masyarakat sekitar untuk berjaga di kediaman, kemudian pelibatan masyarakat adat agar mengangkat dirinya sebagai kepala suku besar Papua secara sepihak. Kini pelibatan tokoh agama melalui sejumlah Pendeta, diantaranya dari Konferensi Gereja-gereja Pasifik dan Gereja Injil Indonesia tengah dilancarkan. Melalui rencana kegiatan yang bertajuk Ibadah dan Doa Ratapan Papua yang diselenggarakan di Stadion Lukas Enembe, diindikasi termuat selipan propaganda kepada para peserta yang notabene adalah masyarakat Papua agar mendukung sang koruptor dengan pemutarbalikan fakta melalui dalil-dalil agama. Sebuah hal konyol yang harus dihindari dan segera diantisipasi.
Modus Pihak Lukas Enembe Libatkan Para Tokoh Papua untuk Menjaring Dukungan
Bukan sebuah hal baru ketika pihak Lukas Enembe melalui sejumlah simpatisannya bermanuver agar kasusnya tak semakin membesar dengan melibatkan sejumlah tokoh, termasuk tokoh agama. Salah satu tokoh yang disebut mendapat aliran dana dari Lukas Enembe agar turut mendukung keberadaannya saat ini ialah Pendeta Socratez Sofyan Yoman. Pasca penetapan sang gubernur sebagai tersangka, sosok yang dijuluki pendeta politik ini memang kerap menuliskan opini di beberapa portal media, salah satunya di normshedpapua.com. Di salah satu tulisannya, ia menyebut bahwa para jenderal berbintang didukung oleh Menko Polhukam dan KPK sedang berperang melawan Lukas Enembe untuk kepentingan konspirasi politik tahun 2024. Menurutnya uang 1 milyar ialah uang pribadi Lukas Enembe yang ada di kamarnya, bukan uang gratifikasi. KPK disebut lembaga yang tidak independen, menjadi alat politik praktis, berperan menjadi alat salah satu partai politik, terutama partai politik yang berkuasa.
Sekilas memang pernyataan tersebut terlihat meyakinkan, terlebih disampaikan oleh salah satu tokoh agama, namun kebenaran atas kalimat-kalimat tersebut perlu mendapat verifikasi melalui sejumlah bukti. Jika tidak, hanyalah musang berbulu domba dengan indikasi agenda yang sedang coba dimainkan untuk melindungi sang gubernur petahana. Faktanya, setelah terdapat pengakuan dari seorang tokoh Papua lain, didapatkan informasi bahwa segala tulisan bernada kritis dan cenderung bernada sentimen negatif terhadap pemerintah tersebut merupakan pesanan dari Lukas Enembe. Keberpihakan Sofyan Yoman untuk membela Lukas Enembe disebut hanyalah faktor balas jasa. Munculnya narasi kiriminalisasi dan politisasi yang sempat dihembuskan juga merupakan upaya penolakan tehadap kasus sang gubernur.
Selain pendeta Socratez Sofyan Yoman, sejumlah tokoh dan organisasi Papua juga disebut menerima uang pemerintah melalui Lukas Enembe. Terdapat suatu hal yang membuat seorang Lukas Enembe akhirnya melakukan tindakan korupsi. Salah satunya kelompok Mathias Wenda dari Tentara Revolusi West Papua (TRWP) dan West Papua Army (WPA) yang masuk di birokrasi pemerintah kantor Gubernur Papua dibawah kepemimpinan Lukas Enembe. Disebut bahwa orang-orang seperti Simson Jikwa, Edison Wenda dan teman-temannya yang ikut masuk kantor Gubernur kehadirannya hanya menghabiskan uang rakyat yang kemudian menyebabkan sang gubernur menerima imbasnya. Dalam sebuah pengakuan seorang narasumber juga disebut bahwa setiap tahun sebesar Rp20 miliyar keluar dari kantor Gubernur untuk diberikan kepada Markus Haluk, Benny Wenda dan kelompoknya. Mereka disebut menerima uang melalui Pengusaha Adat Papua, yang dikelola oleh Johny Haluk Wamu dan David Haluk. Beberapa aktor tersebut yang harusnya diusut berkaitan dengan perpanjangan kasus yang menimpa Lukas Enembe.
Dugaan Terhadap Perusahaan Swasta di Papua Fasilitasi Keperluan Lukas Enembe
Sebuah temuan baru didapatkan oleh KPK terkait penyidikan Lukas Enembe. Diduga, sebuah kontraktor swasta bernama PT Tabi Bangun Papua telah menyuap sang tersangka dengan memfasilitasi keperluan Lukas Enembe. Dugaan tersebut dikonfirmasi penyidik KPK kepada Bendahara PT Tabi Bangun Papua, Meike dan Karyawan PT Tabi Bangun Papua, Willicius. Keduanya dicecar penyidik soal pengeluaran uang perusahaan yang diduga untuk keperluan Lukas Enembe. Tak hanya itu, KPK saat ini juga sedang menelusuri penggunaan uang yang diduga hasil korupsi Lukas Enembe. Aliran uang tersebut ditelusuri lewat saksi pihak swasta, Ramlah Citra Pramita alias Lala Saga; Kurir katering rumahan, Ade Rahmad; dan pemilik toko aksesoris mobil, Endri Susanto.
KPK saat ini juga sedang menakar penggunaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Lukas Enembe. Hal tersebut sebagai upaya mengembalikan kerugian negara dari tindakan koruptif. KPK mendalami pengeluaran uang untuk kepentingan pribadi Lukas Enembe yang diyakini bahwa sebagian barang yang dibeli sang tersangka berkaitan dengan kasus dugaan suap dan gratifikasi APBD Papua yang menjeratnya.
Tersangka Korupsi Tak Pantas Dibela Menggunakan Kegiatan Agama
Seperti yang kita tahu bahwa beberapa kelompok dari tokoh-tokoh gereja di Papua memiliki pandangan yang berbeda dalam setiap kejadian atau momentum. Pun termasuk dalam kasus Lukas Enembe. Sebagian pendeta diketahui masih menjadi loyalis sang gubernur meskti telah ditetapkan sebagai tersangka. Termasuk keberadaan Pendeta Dorman Wandikbo yang merupakan ketua panitia kegiatan ibadah yang diindikasi memuat dukungan terhadap Lukas Enembe juga merupakan orang-orang yang berada di lingkaran sang gubernur. Sebelumnya, dirinya melalui Gereja Injil Indonesia (GIDI) sempat menolak kunjungan Wakil Presiden Maruf Amin di Papua.
Maka sebagai masyarakat yang kritis, diimbau agar jangan sampai menghadiri kegiatan ibadah dan doa yang tendensius tersebut. Tak ada yang rela dali-dalil agama digunakan untuk mendukung koruptor yang notabene berdosa besar dan merugikan masyarakat.
__
Agus Kosek
(Pemerhati Masalah Papua)